SISTEM MANAJEMEN PRODUKSI
SISTEM PRODUKSI
Semester Gasal TA 2011/2012
Oleh:
1. Marianus
Triasendi Dengi 122080139
2. Satria Mulya 122090067
3. Afreza
Yoshfandani 122090085
4.
Singgih Sumarsono 122090086
5.
Winda Cipta Puspita R 122090145
Jurusan
Teknik Industri
Fakultas Teknologi Industri
UPN “Veteran” Yogyakarta
1.1
Pendahuluan
1.1.1
What is Manufacturing
Resources Planning?
1.2
Elemen-Elemen MRP II
1.2.1
Master Production Scheduling
(MPS) dan Final Assembly Scheduling
(FAS)
1.2.1.1
Pengantar Master Production Scheduling (MPS)
1.2.1.2
Tujuan Master
Scheduling
1.2.2
Rough-Cut Capacity Planning
(RCCP)
1.2.3
Material Resources Planning
(MRP I)
1.2.3.1
Perkembangan Material
Resources Planning
1.2.3.2
Tujuan dan Penerapan
MRP I
1.2.3.3
Dari MRP I ke MRP II
1.2.3.4
Closed-Loop MRP
1.2.4
Capacity Requirements Planning (CRP)
1.2.4.1
Machine Loading
1.2.4.2
Production Smoothing
1.2.5
Bill of Material (BOM)
1.2.5.1
Pengantar
1.2.5.2
Fungsi BOM
1.3
Masalah Terkait dengan
MRP II
1.3.1
Implementasi Masalah
MRP II
1.3.2
Mismatch Antara Konsep
MRP II dan Realita Manufaktur
1.3.3
Manfaat dan Prospek MRP
II
1.4
Peran MRP II Pada Proses
Manufaktur
2.1
Pendahuluan
2.2
Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
2.2.1
JIT Dibandingkan dengan
Pemanufakturan Tradisional
2.2.2
JIT dan Ketertelusuran
Biaya Overhead
2.2.3
Keakuratan Penentuan
Biaya Produk dan JIT
2.2.4
JIT dan Alokasi Biaya
Pusat Jasa
2.2.5
Pengaruh JIT pada Biaya
Tenaga Kerja Langsung
2.2.6
Pengaruh JIT pada
Penilaian Persediaan
2.2.7
Pengaruh JIT pada Harga
Pokok Pesanan
2.2.8
Penentuan Harga Pokok
Proses dan JIT
2.2.9
JIT dan Otomasi
2.2.10 Penentuan Harga Pokok Backflush
2.3
Persyaratan-Persyaratan JIT
2.4
Startegi Penerapan Just in Time
2.5
Keuntungan Keuntungan JIT
2.6
Kanban
2.6.1
Definisi kanban
2.6.2
Persiapan Pra Kanban
2.6.3
Fungsi dan Aturan Kanban
3.1
Pendahuluan
3.2
Pengertian
3.3
Tujuan
3.4
Penerapan TOC
3.5
Langkah-Langkah TOC
3.5.1
Sepuluh Aturan Dasar TOC
3.6
Jenis-Jenis Konstrain
3.7
Drum Buffer Rope
(DBR)
Tujuan utama seorang manajer menggunakan JIT dalam perusahaan yaitu untuk mengurangi waktu yang digunakan produk dalam pabrik. Jika total produksi turun, maka akan terjadi penurunan pula pada biaya, hal ini dikarenakan lebih sedikitnya persediaan yang harus dibiayai, disimpan, dikelola, dan diamankan. Dengan JIT, waktu dapat diminimalisasi terhadap throughput produk yaitu total produksi sampai pada saat barang dikirim. Oleh karena itu, waktu throughput (throughput time) merupakan jumlah dari waktu proses, waktu tunggu, waktu pemindahan, waktu inspeksi. Yang merupakan waktu throughput yang mencakup penurunan persediaan dalam proses, akan mengarahkan pada hal-hal berikut ini:
4.1
Pendahuluan
4.1.1
Sejarah
4.1.2
Tujuan
4.1.3
Karakteristik
4.2
Pengertian
4.3
Alat atau Tools yang Dipakai
4.3.1
Project Evaluation and Review Technique (PERT)
4.3.2
Critical Path Method (CPM)
4.3.3
Kerangka
PERT dan CPM
4.4
Penjadwalan
Proyek
4.5
Pengendalian
Proyek
4.6
Analisis
Sumber Daya
4.7
Penggunaan
Sumber Daya untuk Kegiatan
4.8
Kebutuhan
Sumber Daya
6.1 Pendahuluan
6.2 Pengertian Make to Order
6.3 Klasifikasi Sistem Manufaktur
Berdasarkan Tipe Produksi
5.3.1
Assemble To
Order
5.3.2
Engineer To
Order
5.3.3
Make
To Stock
6.4
Karakteristik Berbagai Sistem Manufaktur
6.5 Perbedaan antara Sistem Produksi MTO Repetitif
& Non-Repetitif
6.6 Aliran produksi
6.1
Pendahuluan
6.2 Kegiatan Utama yang Mengarah ke Produksi Industri Ramah
Lingkungan
6.2.1
Meminimalkan
Sumber Daya Alam dan Energi
6.2.2
Menuju
Titik Limbah Nol Proses
6.2.3
Perubahan
Pola-Pola Produksi Dan Konsumsi
6.2 Hasil Penelitian
6.2.1
Sebuah
Cara Baru untuk Pembuatan Bersih dari Plastik
6.2.2
Terhadap
teknologi produksi kurang polusi
6.3 Tantangan
6.2.1
Selama
Proses Ekologi Produksi. Hal Ini Pada Gilirannya Meningkatkan Kualitas Hidup
Dan Keandalan Produk Industri, Sistem Dan Struktur
6.2.2
Siklus
Hidup Kecoa Untuk Industri Elektronik Dan Listrik
6.2.3
Sosial
Dan Pengaruh Lingkungan Hidup Dari Penggunaan Energi
6.4 Sistem Produksi Kompetitif dan Berkelanjutan
BAB I
Sistem Manufaktur MRP II
1.1
Pendahuluan
Produksi
adalah pembuatan sesuatu yang baru, baik tangible
(produk) maupun intangible (servis
yang menghilang tepat pada saat mereka diciptakan). Dengan demikian, produksi
adalah proses yang mengubah input menjadi barang atau jasa.production.
belakangan ini bahkan ‘ide’ yang intangible
dapat dimasukkan ke dalam jenis produksi.
Manufaktur
adalah proses produksi dari barang yang berwujud (produk); ini adalah proses
sejarah dasar, yang telah berlangsung selama beberapa ribu tahun. Hal-hal
manufaktur disini, merupakan sarana dasar ekssistensi manusia, menciptakan
kekayaan bangsa, member kontribusi terhadap kebahagiaan manusia dan perdamaian
dunia.
1.1.1
What is Manufacturing
Resources Planning?
Manufacturing Resource Planning (MRP II)
adalah sebuah metode untuk perencanaan efektif dari seluruh sumber daya pada
perusahaan manufaktur. Hal ini terdiri dari bebrapa fungsi saling terkait,
seperti:
1.
Strategi dan Perencanaan Bisnis
2.
Manajemen Permintaan
3.
Penjualan dan Perencanaan Operasi
(S&OP, disebut juga Production/Agregregate Planning)
4.
Master
Production Scheduling (MPS) dan Rough-Cut Capacity Planning
5.
Material
Resources Planning (MRP I)
6.
Capacity
Resources Planning (CRP) dan Vendor Requirement Planning (VRP)
7.
Sistim Pendukung Pelaksanaan untuk
Kapasitas dan Material [Shop Floor
Control (SFC), dan Purchase Planning
and Control]
Cloose loop MRP II dapat dilihat pada Gambar 1.1.
MRP
II adalah sebuah pendekatan untuk perencanaan managerial, pelaksanaan, dan
pengendalian dari aktivitas produksi. Hal ini berintegrasi dalam loop tertutup
atau sikap umpan balik, peramalan permintaan, rencana produksi, jadwal
produksi, aktivitas pengendalian produksi, dan perencanaan pembelian dan
kontrol. Software MRP II dapat menghubungkan kebutuhan informasi dari seluruh
fungsi dan departemen, termasuk pembelian, akuntansi, penggajian, pemasaran,
teknik, aktivitas pengendalian produksi, dan perencanaan managerial umum,
pengukuran, evaluasi, dan kontrol.
1.2
Elemen-Elemen MRP II
Pada seksi
berikut akan dijelaskan berbagai elemen pada sistem Manufacturing Resources Planning (MRP II). Seksi tersebut
menjelaskan secara singkat berbagai fungsi pada sistem MRP II untuk mamberikan
gambaran aliran informasi pada sistem MRP II system dengan tatanan dimana
aliran informasi tersebut benar-benar terjadi. Pengetahuan mendetail tentang
MRP I seharusnya dilakukan sejak awal. Akan tetapi, ini mengganggu urutan
dimana berbagai fungsi MRP II harus diketahui. Sehingga, sebuah kompromi
tercipta dengan memasukkan studi rinci dari MRP I sejak dalam gambaran itu
sendiri sehingga seluruh proses MRP I dapat dipahami sejak awal tanpa mengganggu
urutannya.
Gambar 1.1. Cloose loop MRP II
1.2.1
Master Production Scheduling
(MPS) dan Final Assembly Scheduling
(FAS)
Master
Production Scheduling mengembangkan data (jadwal) menunjukkan
produk mana yang harus diproduksi berapa banyak, dan kapan. Artinya, MPS adalah
pernyataan produksi oleh barang, tanggal, dan kuantitas untuk sepanjang sistem
perencanaan meluas. Jadwal tersebut terbatas oleh strategi bisnis dan rencana
produksi dan menjalankan semua rencana rinci operasi. MPS juga memperhitungkan
pertimbangan kapasitas, material, dan keterbatasan penjual bersama dengan
keputusan manajemen (kebijakan dan pedoman) untuk memastikan bahwa jadwal yang
dikembangkan adalah valid dan realistis. MPS adalah versi disagregrasi dari
rencana produksi dan harus menyimpulkan semuanya.
Master
Production Scheduling berada diantara peramalan penjualan dan
Material Requirements Planning (MRP
I). Tujuan utamanya adalah untuk melakukan kontrol atas perubahan rencana
sehingga perubahan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi sejauh mungkin, sambil
menjaga gangguan, baik pada lantai pabrik maupun MRP I, pada tingkat yang dapat
diakomodasi.
Final
Assembly Schedule, menurut Dictionary APICS, is a schedule of end items to finish the
product for specific customers’ orders in a make-to-order or assemble-to-order
environment. Hal ini disebut juga sebagai finishing schedule karena mungkin melibatkan operasi selain
perakitan akhir, tetapi mungkin juga pencampuran, pemotongan, pengepakan, dsb.
Dalam beberapa situasi, proses perakitan mungkin melibatkan operasi
sub-perakitan, penyelesaian, pengecatan, dan / atau bahkan fabrikasi tidak
termasuk dalam system MRP I. Aktivitas tambahan ini akan terdaftar pada routing
dan harus diselesaikan pada lead-time yang ada.
1.2.1.1
Pengantar Master Production Scheduling (MPS)
Master
Production Schedule (MPS) didefinisikan sebagai jadwal bangun terantisipasi
untuk barang akhir manufaktur atau opsi produk oleh kuantitas per periode
perencanaan (disebut time buckets).
Ini melambangkan apa yang direncanakan perusahaan untuk memroduksi dinyatakan
dengan konfigurasi spesifik, kuantitas, dan tanggal. Otorisasi untuk
menghasilkan produk harus diterjemahkan ke dalam MPS. MPS itu sendiri merupakan
daftar dari:
·
Item Akhir (Produk) atau Sub-Perakitan
(Modul Standar) yang akan Diproduksi
·
Kuantitas dari Tiap Item yang akan
Diproduksi, dan
·
Ketika Mereka Siap untuk Pengiriman
MPS bukanlah
teknik kontrol atau sebuah sistem. Melainkan, repersentasi informasi logis
untuk pembuatan keputusan. MPS akan menyorot konflik yang hanya dapat diselesaikan
oleh manusia. Jika MPS telah dilakukan dengan benar, maka seluruh sistem dapat
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan manajemen (Naraimhan et al. 1995)
1.2.1.2
Tujuan Master
Scheduling
·
Mengembangkan data (MPS) untuk
menjalankan rencana mendetail (MRP II)
·
Menjadi penengah keinginan konsumen
dengan fasilitas, material, dan kemampuan penjual
·
Memberi cara membuat janji pengantaran
terpercaya dan mengevaluasi efek perubahan jadwal
·
Mengkoordinasi rencana dan tindakan dari
seluruh fungsi organisasi dan mengukur performanya
·
Menyediakan manajemen dengan cara
otorisasi dan control seluruh semberdaya dibutuhkan untuk mendukung fasilitas
terintegrasi
·
Menjadwal order produksi dan order
pembelian untuk item MPS
1.2.2
Rough-Cut Capacity Planning
(RCCP)
Untuk memeriksa
rencana produksi yang dikembangkan pada proses S&OP dan memastikannya dapat
dicapai, orang-orang menggunakan bentuk singkat dari perancangan kapasitas yang
disebut Rough-Cut Capacity Planning.
RCCP menyajikan tes kewajaran dari kapasitas yang dibutuhkan untuk mencapai
rencana produksi dan / atau AMPS pada detail tingkat menengah. RCCP cenderung kasar dan siap tetapi sederhana dan cepat digunakan. Hal ini
biasanya digunakan untuk melihat dari beberapa bulan hingga beberapa tahun ke
depan. Master schedulers membutuhkan
cara cepat untuk mengakses kelayakan dari setiap usulan perubahan pada rencana
dan RCCP dikembangakn untuk tujuan tersebut. Teknik teknik RCCP bervariasi pada
tiap perusahaan, tetapi kebanyakan menggunakan dua unsur penting: Identified Critical Resources dan Load Profiles.
Capacity
Requirement planning (CRP) pada tingkat ini mungkin
dilakukan hanya untuk sebuah item ‘repersentatif’ untuk grup family pada
manufaktur tingkat keluarga secara keseluruhan dan tidak untuk tiap item pada
grup tersebut, disediakan, item representatif dengan kapasitas rata-rata benar
ada. Jika tidak, analisis RCCP yang lebih akurat harus dibuat dengan
mengevaluasi rencana item-specifik sebagaimana dinyatakan di MPS. Selain itu,
hanya metode prakiraan, yang lebih sederhana, cepat, dan lebih baik yang
digunakan. Karenanya, hal ini disebut perencanaan kapasitas ‘potong-kasar’
(RCCP). Melalui pengalaman, perusahaan mengembangkan tingkat presisi RCCP yang
layak dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Jadwal Induk Produksi atau Master Production Schedule (MPS) adalah
sumber informasi utama dari rough-cut capacity planning. Kebutuhan kapasitas
pada MPS dapat diperkirakan dengan satu dari beberapa teknik berikut:
1.
Capacity
Planning Using Overall Factors (CPOF).
2.
Capacity
Bills (Bills of Resorces).
3.
Resource
Profiles.
Teknik-teknik tersrbut menyediakan
informasi yang dibutuhkan untuk memodifikasi tingkat sumberdaya dari
perencanaan material dalam jarak menengah untuk memastikan eksekusi efisien
MPS.
Gambar 1.2. Contoh Grafik RCCP
Rough-cut capacity plan can be
calculated from either the production plan or the MPS. The production plan
would be used when the items in an S&OP family are similar. If, however,
the number of hours of key resources required for the different items of
S&OP family are significantly different, then a resource profile is needed
for each MPS item.
Most companies with flow-type
manufacturing use RCCP only. This
includes most process manufacturers and Just-In Time (JIT) companies with extensive
use of kanban to control the movement of material.
Almost all companies start with RCCP.
Generally, this is because they implement MRP II in stages with the first stage
consisting of RCCP, MPS, and MRP I modules.
1.2.3
Material Resources Planning
(MRP I)
The
material resources planning (MRP I) is a computerized inventory control and
production planning system. It is responsible for scheduling the production of
all items beneath the end item level. It recommends the release of work orders
and purchase orders, and issues rescheduling notices when necessary.
(Russel
and Taylor III, 1998)
1.2.3.1
Perkembangan Material
Resources Planning
1956
: Beberapa ahli produksi dan pengendalian
persedian bertemu di Cleveland, Ohio (USA) dan membentuk American Production and Inventory Control Society (APICS).
1961 : Joseph Orlicky mengembangkan MRP I pada JT
Case Company.
1970
: APICS menerbitkan buku pegangan Production and Inventory Control edisi
pertama. APICS juga memutuskan untuk mendirikan Curriculum and Certification Council untuk mengembangkan kriteria
untuk menguji pengetahuan seseorang dalam Production
and Inventory Control (PIC) dan untuk menghargai sertifikasi profesional
dibidang tersebut.
1972
: Pemeriksaan yang pertama diberikan
untuk penetapan Certified in Production
and Inventory Management (CPIM).
1973
: Pemeriksaan yang pertama diberikan
untuk penetapan Certified Fellow in
Production and Inventory Management (CFPIM).
1974
: Oliver Wight menerbitkan Production and Inventory Management in the
Computer Age dimana dia menjelaskan kekurangan dari sistem informal dan
alasan untuk mengembangkan formal, bahan komputerisasi dan mendistribusikan
perencanaan kebutuhan dan kendali. Dia juga menguraikan bagaimana MRP I mungkin
dapat diperluas menjadi logistic umum dan sistem manajemen sumberdaya, yang dia
baptis sebagai Manufacturing Resource
Planning atau MRP II.
1975
: Orlicky memerbitkan bukunya MRP – Material Resource Planning dimana
dia menjelaskan logika komputansi formal untuk perencanaan kebutuhan bahan.
Buku tersebut direvisi oleh Plossl dan diterbitkan pada 1994, Orlicky’s Material Requirements Planning.
1991
: APICS membawa sertifikasi ke tingkat
berikutnya dengan membuka program Certified
in Integrated Resource Management (CIRM). Program CIRM dirancang untuk
membantu mengubah ahli manufaktur dari individu spesialis menjadi pemimpin
terorganisasi dengan memberi 13 pengetahuan tentang fungsi bisnis dalam
organisasi manufaktur dan bagaimana mereka berintraksi.
1995
: APICS mengenalkan Pengujian-Berbasis-Komputer (CBT) untuk program CPIM dan CIRM.
Pada 1997, APICS memiliki lebih dari
70,000 member, dan lebih dari 52,000 CPIM, diatas 2000 CFPIM, dan lebih dari
1500 CIRM gelar telah dianugrahkan.
1.2.3.2
Tujuan dan Penerapan
MRP I
a)
Menentukan Kebutuhan untuk Mendukung MPS
Tujuan
utama dari MRP I adalah untuk menentukan komponen apa yang dibutuhkan untuk
memenuhi MPS dan, menghitung kapan komponen tersebut harus tersedia berdasar
pada lead-time. Dan harus menetapkan:
·
Apa yang harus di-order
·
Seberapa banyak harus di-order
·
Kapan di-order
·
Kapan jadwal untuk pengiriman
b)
Mempertahankan Inventori Serendah
Mungkin
Salah
satu tujuan MRP I adalah untuk mempertahankan inventori pada tingkat serendah
mungkin. MRP I melakukan ini dengan menentukan kapan komponen barang dibutuhkan dan menjadwalkannya untuk tersedia
saat dibutuhkan, tidak dini dan tidak
nanti. Jadi, pada MRP I, material mentah tidak dibeli atau komponen tidak
dirakit hanya mereka ‘mungkin’ akan dibutuhkan. Secara teoritis, cara ideal
untuk menjalankan sistem MRP I adalah dengan zero safety stock dan zero
safety lead time. Lebih lanjut di MRP I, pengendalian inventori adalah proaktif, bukan reaktif. Sistem
mengantisipasi kebutuhan inventori dan merencanakannya jauh sebelumnya.
c)
Penjadwalan Produksi
MRP I
adalah sistem inventori pertama yang melihat bahwa bahan mentah, komponen, dan
barang jadi harus ditangani secara berbeda. Dalam proses perencanaan tingkat
inventori dari bahan mentah, komponen, dan barang jadi, sistem MRP I telah
merencanakan:
a. Kegiatan
pembelian (untuk bahan mentah atau komponen),
b. Kegiatan
manufaktur (untuk sebagian komponen dan perakitan), dan
c. Jadwal
pengiriman (untuk barang jadi).
Sehingga,
sistem MRP I adalah lebih dari sistem pengendalian inventori, melainkan juga
menjadi sistem penjadwalan produksi.
d)
Menjaga Jadwal Valid dan Up-to-date
Satu
dari beberapa kepastian dalam lingkungan manufaktur adalah hal-hal jarang
sekali berjalan sesuai rencana seperti pesanan
datang terlambat, pelanggan mengganti pesanan, komponen
habis, pemasok terlambat mengantar mesin rusak, pekerja
tidak datsng, desain
diubah, dan seterusnya. Dalam dunia yang terus
berubah ini, sebuah rencana pemenuhan kebutuhan harus dapat menambah,
menghapus, mengedit, mempercepat, delay, dan merubah pesanan. MRP I cukup perubahan-sensitif
dan reaktif memiliki kemampuan untuk menjaga jawal tetap valid danup-to-date.
e)
Sangat Berguna pada Lingkungan
Manufaktur yang Kompleks dan Tidak Pasti
Industri
manufaktur dengan produk yang kompleks, yang membutuhkan koordinasi dari
komponen produksi, merasa MRP I sangat berguna. MRP I didesain untuk
perencanaan produk cukup kompleks yang membutuhkan lebih dari dua level pada
BOM. MRP I mungkin tidak cocok untuk produk dengan hanya melibatkan operasi
perakitan tunggal dari bahan-bahan yang tidak memiliki kegiatan sub-rakitan,
dan tidak menggunakan bahan baku selain bahan yang digunakan langsung pada
perakitan akhir, ketika terdapat servis pasar-akhir yang membutuhkan
perencanaan. Alasan untuk situasi tersebut, adalah tidak ada struktur produk yang
perlu untuk exploded dan netted, dan
software pendekatan komputer lain mungkin lebih tepat dan sederhana.
Keunggulan
dari MRP I akan lebih jelas ketika lingkungan manufaktur lebih kompleks dan
tidak pasti. Lingkungan manufaktur dimana pesanan pelanggan tidak menentu, tiap
pekerjaan mengambil langkah berbeda pada system, lead-time tidak pasti, jatuh
tempo bervariasi, butuh sebuah sistem informasi seperti MRP I untuk melacak
pekerjaan berbeda dan mengkoordinasikan jadwal mereka. Ini merupakan karakterisitk
batch, atau job shop processes. Terakhir, MRP I juga berguna pada tipe industri
seperti ATO.
1.2.3.3
Dari MRP I ke MRP II
MRP I mewakili
sistem disagregasi pada MPS kedalam jadwal order pembelian dan produksi untuk
komponen. MRP I adalah terobosan besar dalam Perencanaan Manufaktur dan Kontrol
(MPC) yang dibuat memungkinkan oleh akses komputer acak dan sistem manajemen
database. Pada awalnya sering disebut sistem ‘launch and forget’, sejak tidak ada mekanime untuk mengupdate
informasi MRP I pada order yang dirilis.
1.2.3.4
Closed-Loop MRP
Karena
lingkungan dimana MRP I bekerja sangat dinamis, yaitu, karena kuantitas pesanan
dan perubahan due date tidak jarang, maka muncullah kebutuhan untuk mengupdate
tanggal jatuh tempo dan status pesanan setelah pesanan diberikan. Sejak MRP I
dapat digunakan untuk mengupdate due date untuk produksi dan pembelian melalui
perencanaan ulang, MRP I juga digunakan sebagai teknik setting-prioritas
dinamis untuk penjadwalan dan eksekusi shop
floor dan vendor operations.
Menambahkan kemampuan timbal balik ini, yang tidak lain adalah penambahan
kemampuan replanning pada MRP I menghasilkan ‘closed-loop MRP’. Belakangan ini,
semua sistem adalah closed-loop, dan kata ‘closed-loop’ tidak perlu disebutkan
secara spesifik.
Lalu,
MRP I awalnya dikembangkan tanpa cek kapasitas atau input dari departemen lain.
Closed-loop MRP termasuk cek kapasitas dimana digunakan secara iterative dengan
MPS dan MRP I, untuk menghasilkan jadwal yang layak.
1.2.4
Capacity Requirements Planning (CRP)
Output
dari proses MRP I yang melibatkan komponen manufaktur merupakan jadwal
tentative dari rilis order pabrik. Capacity
Requirements Planning (CRP) menganggap rencana permintaan ini, bersama
dengan kerja yang sudah dalam proses, untuk mengevaluasi ketersediaan
sumberdaya—perlengkapan dan / atau tenaga manusia—dalam waktu yang tepat untuk
mengeksekusi rencana dengan cara mendetail daripada yang mungkin dengan
menggunakan RCCP. CRP menunjukkan laporan yang menunjukkan kapasitas dibutuhkan
oleh workcenter dan dengan selang
waktu, untuk benar benar menjalankan rencana MRP I.
Kalkulasi
CRP cukup mendekati kalkulasi RCCP. Tetapi, daripada menggunakan rencana
produksi atau MPS, seperti dilakukan pada RCCP, CRP menggunakan rencana
material, penerimaan terjadwal, dan order yang direncanakan di MRP I. Dan
bukannya menggunakan profil sumber daya, CRP menggunakan routings (tagihan
proses) dan file workcenter sebagai input evaluasi. CRP melibatkan pembentukan
rencana kapasitas individu untuk tiap grup mesin, jalur, atau laborskil untuk
perencanaan horizon penuh berdasar material plan mendetail. Termasuk kebutuhan
kapasitas untuk kerja yang sudah diproses sebagaimana kebutuhan kapasitas dari
permintaan terantisipasi dari semua bagian.
Beban
dan kapasitas harus dibuat seimbang dengan mengatur kapasitas atau mengatur
beban. Jika terjadi kekurangan atau ketidakseimbangan pada sumberdaya tersedia,
maka, antara sumberdaya yang harus disesuaikan, atau rencana MRP I harus
direvisi, atau MPS mungkin harus diganti. Prosedur CRP mungkin menggunakan
teknik Machine Loading (sekarang
kadaluarsa) dan Production Smoothing.
1.2.4.1
Machine Loading
Machine loading adalah akumulasi dari
workcenter, mesin, atau grup mesin dari jam jam yang dihasilkan dari
penjadwalan operasi untuk pesanan dirilis oleh periode waktu. Machine loading
berbeda dengan CRP karena tidak menggunakan perencanaan order dari MRP I tetapi
beroperasi sepenuhnya dari order dirilis. Ini mungkin terbatas karena
visibilitas terbatas sumberdaya (Cox III and Blackstone Jr, 1998).
1.2.4.2
Production Smoothing
Cukup sering terjadi, dalam periode
waktu bean kerja melebihi kapasitas produksi untuk memenuhi due date yang
ditetapkan oleh pasar. Fungsinya untuk menurunkan beban kerja, sehingga masih
dalam lingkungan eksternal dari lingkungan sistem produksi manufaktur.
1.2.5
Bill of Material (BOM)
1.2.5.1
Pengantar
Bill of Material
adalah daftar dari semua komponen—barang, bahan, atau material—dibutuhkan untuk
memproduksi barang akhir atau produk atau salah satu dari sub-perakitannya.
Adalah daftar dari semua sub-perakitan, komponen, dan material mentah yang
menuju perakitan induk, menunjukkan tiap kuantitas yang diperlukan untuk
dirakit. Menunjukkan berapa banyak material yang diperlukan dan bagaimana
urutannya untuk memproduksi sebuah produk, menyorot hubungan orangtua-anak yang
ada diantaranya.
Gambar 1.3. Format BOM
A
listing of all the sub-assemblies, intermediates, parts, and raw materials that
go into a parent assembly showing the quantity of each required to make an
assembly.
(APICS Dictionary)
1.2.5.2
Fungsi BOM
·
Mendefinisi Produk
·
Penggantian Kontrol Teknik
·
Cocok untuk Peramalan Pilihan
·
Dasar untuk Konfigurasi Kendali Selama
Penerimaan Pesanan
·
Dasar untuk Menyatakan Mps dengan Angka
Terkecil
·
Dasar untuk Logika Peledakan MRP I
·
Digunakan Dalam Perencanaan dan Senjadwalan
·
Dasar untuk Persiapan Routing dan
Perencanaan Kapasitas
·
Dasar untuk Perhitungan Biaya Produk
·
Memfasilitasi Penyimpanan File Secara
Efisien dan Menyegaran File
·
Memfasilitasi Perencanaan Spare Parts
·
Bentuk Dokumentasi yang Diserahkan ke
Pihak Berwenang
·
Bentuk Pertahanan dari Penyesuaian
Kewajiban
·
Dapat Digunakan untuk Melacak Eskalasi
Signifikan atau Mengurangan Klaim Jaminan pada Perubahan Teknik Signifikan
Tertentu
1.3
Masalah Terkait dengan
MRP II
Sebuah
implementasi MRP II yang sukses berarti manajemen atas menjalankan perusahaan
melalui MPS, inventori masih dibawah kendali dan performa pengantaran sangat
baik. Meskipun perusahaan yang telah menerapkan MRP II secara hari-hati telah
melihat peningkatan dramatis dalam tingkat customer
service levels (meningkat 33%), inventory
levels (menurun 40%), dan production
costs (menurun 20%). Meskipun, MRP II masih belum mencapai sukses yang
dijanjikan diawal tahun 1970an. has never fully achieved the successes that
promised in the early 1970. Promosi berlebihan MRP I sebagai sebuah ‘sistem’,
bukan hanya sebagai elemen perencanaan utama mengalihkan pehatian dari
penerapan Master Production Scheduling (MPS)
dan mengantar CRP untuk merencanakan sumberdaya dibutuhkan untuk menunjangnya.
MRP II sangat bergantung pada timbalbalik data yang efisien dan staff yang
sangat disiplin.
Alasan utama
dibalik masalah MRP II telah diasosiasikan dengan:Proses implementasi, dan Ketidaksesuaian
antara konsep konsep tertentu MRP II dan realita manufaktur.
1.3.1
Implementasi Masalah
MRP II
·
Sistem Manajemen yang Belum Terkembang,
·
Kurangnya Komitmen Manajemen Atas,
·
Kurangnya Pendidikan MRP II Untuk
Pengguna Sistem,
·
Data yang Tidak Akurat,
·
MPS Dikelola Secara Buruk,
·
Kecanggihan Teknologi / Tambahan Opsi
Mewah,
·
Kurangnya Kendali Pengguna,
·
Implementasi Konsumsi-Waktu Proses
Payback Tertunda,
·
Masalah Perilaku
1.3.2
Mismatch Antara Konsep
MRP II dan Realita Manufaktur
·
Rencana MRP II Akan Kebutuhan Material
Lebih Dulu,
·
Kapasitas Belakangan,
·
Lead-Time Dalam Sistem MRP II Adalah
Baku,
·
Kebutuhan Pelaporan Pada MRP II
Berlebihan,
·
Eksekusi Kemampuan MRP II Terbatas
1.3.3
Manfaat dan Prospek MRP
II
·
Perancangan Kemampuan yang Sangat Baik,
·
Sentralisasi dan Koordinasi,
·
Simulasi Kemampuan,
·
Persyaratan Standar untuk Informasi
Manufaktur Tersedia,
·
Disiplin yang Lebih Besar,
·
Lebih Transparan (Penghapusan Batas
Fungsional),
·
Perencanaan Cash Flow yang Lebih Baik,
·
Peningkatan Respon pada Kebutuhan
Konsumen,
·
Peningkatan Komunikasi dengan Konsumen,
·
Penurunan Dalam Biaya Investasi Uang dan
Ruang,
·
Keuntungan Tidak Langsung
1.4
Peran MRP II Pada Proses
Manufaktur
Untuk bertahun
tahun dalam awal pengembangan tubuh pengetahuan inventory and control, industry proses yang disebut yakin bahwa
mereka berbeda dari kerja logam, kayu, dan plastik bahwa ajaran APICS tidak
dapat diterapkan pada mereka. Sementara itu benar bahwa sangat sedikit proses
industri termasuk dalam job shop dan
kategori pekerjaan intermiten, perbedaan antara berulang dan berlanjut untuk
pabrik tertentu sering sewenang-wenang—lebih berdasar pada tradisi dari
realita.
Pada
kenyataannya, persamaan antara proses dan industri lain jauh lebih banyak
daripada berbedaannya. Perencanaan dan kontrol operasi produksi dilakukan
berdasarkan data melibatkan penggunaan fasilitas dan pergerakan material.
Sistim struktur dan data dalam salah satu kategori produksi diatas sangat
sedikit dipengaruhi oleh perbedaan pada material, proses, dan servis pasar.
BAB II
Sistem Produksi Just
In Time
2.1
Pendahuluan
JIT
merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki impilkasi penting dalam
manajemen biaya. Ide dasar JIT sangat sederhana, yaitu produksi hanya apabila
ada permintaan (pull system) atau
dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta dan hanya sebesar
kuatitas yang diminta. Filosofi JIT digunakan pertama kali oleh Toyota dan
kemudian diadopsi oleh banyak perusahaan manufaktur dijepang
Bila
JIT merupakan suatau filosofi manajemen operasi yang berusaha untuk
menghilangkan pemborosan pada semua aspek dari kegiatan-kegiatan produksi
perusahaan. Sasaran utama JIT adalah meningkatkan
produktivitas sistem produksi atau operasi
dengan cara menghilangkan semua macam kegiatan
yang tidak menambah nilai bagi suatu produk.
Just
in Time (JIT) didasarkan pada delapan kunci utama, yaitu:
·
Menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada
permintaan.
·
Memproduksi
dengan jumlah kecil
·
Menghilangkan
pemborosan
·
Memperbaiki
aliran produksi
·
Menyempurnakan
kualitas produk
·
Orang-orang
yang tanggap
·
Menghilangkan
ketidakpastian
·
Penekanan
pada pemeliharaan jangka panjang
2.2
Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT menggunakan
pendekatan yang lebih memusat daripada yang ditemui dalam pemanufakturan
tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai dampak pada:
- Meningkatkan
Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya,
- Meningkatkan
akurasi penghitungan biaya produk,
- Mengurangi
perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa),
- Mengubah
perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung,
- Mempengaruhi
sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses,
Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan
perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional dapat dilihat pada bagian
berikut:
2.2.1
JIT Dibandingkan dengan
Pemanufakturan Tradisional
Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan
permintaan (Demand-Pull).Tujuan
pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut
dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa
perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi:
·
Persediaan Rendah
·
Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja
Interdisipliner
·
Filosofi TQC (Total Quality Control)
2.2.2
JIT dan Ketertelusuran
Biaya Overhead
Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas
overhead yang tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk
sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal.Manufaktur
yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas
jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.
Tabel 2.1. Perbandingan JIT
Dengan Sistem Produksi Tradisional
JIT
|
TRADISIONAL
|
Sistem Pull-through
Persediaan tidak signifikan
Sel-sel pemanufakturan
Tenaga kerja terinterdisipliner
Pengendalian mutu (TQC)
Dsentralisasi jasa
|
Sistem Push-through
Persediaan signifikan
Berstruktur departemen
Tenaga kerja terspesialisasi
Level mutu akseptabel (AQL)
Sentralisasi jasa
|
2.2.3
Keakuratan Penentuan
Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi dari penurunan
biaya tidak langsung dan kenaikan biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan
penentuan biaya (Harga Pokok Produk). Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi
kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut
menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran
yang sulit.
2.2.4
JIT dan Alokasi Biaya
Pusat Jasa
Dalam manufaktur tradisional,
sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada berbagai departemen
produksi.Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai
dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini
produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk
melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak
langsung.
2.2.5
Pengaruh JIT pada Biaya
Tenaga Kerja Langsung
Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT
dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara
signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
·
Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan
total biaya produksi menjadi berkurang
·
Biaya tenaga kerja langsung berubah dari
biaya variabel menjadi biaya tetap
2.2.6
Pengaruh JIT pada
Penilaian Persediaan
Salah satu masalah pertama akuntansi
yang dapat dihilangkan dengan penggunaan pemanufakturan JIT adalah kebutuhan
untuk menentukan biaya produk dalam rangka penilaian persediaan.Jika terdapat
persediaan, maka persediaan tersebut harus dinilai, dan penilaiannya mengikuti
aturan-aturan tertentu untuk tujuan pelaporan keuangan. Dalam JIT diusahakan persediaan nol (atau paling tidak pada
tingkat yang tidak signifikan), sehingga penilaian persediaan menjadi tidak
relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.Dalam JIT, keberadaan penentuan harga
pokok produk hanya untuk memuaskan tujuan manajerial. Manajer memerlukan
informasi biaya produk yang akurat untuk membuat berbagai keputusan misalnya:
·
penetapan harga jual berdasar cost-plus,
·
analisis trend biaya,
·
analisis profitabilitas lini produk,
·
perbandingan dengan biaya para pesaing,
·
keputusan membeli atau membuat sendiri,
dsb
2.2.7
Pengaruh JIT pada Harga
Pokok Pesanan
Dalam penerapan JIT untuk penentuan
order pesanan, pertama, perusahaan harus memisahkan bisnis yang sifatnya
berulang-ulang dari pesanan khusus.Selanjutnya, sel-sel pemanufakturan dapat
dibentuk untuk bisnis berulang-ulang
Dengan mereorganisasi tata letak
pemanufakturan, pesanan tidak membutuhkan perhatian yang besar dalam
mengelompokkan harga pokok produksi.Hal ini karena biaya dapat dikelompokkan
pada level selular.lagi pula, karena
ukuran lot sekarang lebih sangat kecil,maka tidak praktis untuk menyusun
kartu harga pokok pesanan untuk setiap pesanan. Maka lingkungan pesanan akan
menggunakan sifat sistem harga pokok proses.
2.2.8
Penentuan Harga Pokok
Proses dan JIT
Dalam metode proses, perhitungan biaya per unit akan
menjadi lebih rumit karena adanya persediaan barang dalam proses. Dengan
menggunakan JIT, diusahakan persediaan nol, sehingga penghitungan unit
ekuivalen tidak terlalu dibutuhkan, dan tidak perlu menghitung biaya dari periode
sebelumnya.JIT secara signifikan mengarah pada penyederhanaan.
2.2.9
JIT dan Otomasi
Sejak sistem JIT digunakan, biasanya
hanya menunjukkan kemungkinan otomasi dalam beberapa hal. Karena tidaklah umum
bagi perusahaan yang menggunakan JIT untuk mengikutinya dengan
pemilikan teknologi
pemenufakturan maju. Otomasi perusahaan untuk :
·
menaikkan kapasitas produksi,
·
menaikkan efisiensi,
·
meningkatkan mutu dan pelayanan,
·
menurukan waktu pengolahan,
·
meningkatkan keluaran
Otomasi meningkatkan kemampuan untuk
menelusuri biaya pada berbagai produk secara individual.sebagai contoh sel-sel
FMS, merupakan rekan terotomasi dari sel-sel pemanufakturan JIT. Jadi.beberapa
biaya yang merupakan biaya yang tidak langsung dalam lingkungan tradisional
sekarang menjadi biaya langsung.
2.2.10 Penentuan Harga Pokok Backflush
Penentuan harga pokok backflush
mengeliminasi rekening barang dalam proses dan membebankan biaya produksi
secara langsung pada produk selesai. Perusahaan menggunakan backflush costing
jika terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut:
·
Manajemen ingin sistem akuntansi yang
sederhana
·
Setiap produk ditentukan biaya
standarnya
·
Metode ini menghasilkan penentuan harga
pokok produk yang kira-kira mengasilkan informasi keuangan yang sama dengan
penelusuran secara berurutan
2.3
Persyaratan-Persyaratan JIT
Terdapat
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pemerapan JIT:
·
Organisasi
Pabrik: Pabrik dengan sisitem JIT berusaha untuk mengatur layout berdasarkan
produk. Semua proses yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan
dalam satu lokasi
·
Pelatihan/Tim/keterampilan
: JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan
system tradisional. Karyawan diberi pelatihan mengenai bagaimana menghadapi
perubahanyang dilakukan dari system tradisional dan bagaimana cara kerja
JIT yaitu
o
Membentuk
Aliran/Penyederhanaan : Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat di setup
sebagai batu ujian untuk membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran
tersebut, dan memecahkan masalah awal
o
Kanbal
Pull Sistem : Kanbal merupakan system manajemen suatu pengendalian perusahaan,
karena itu kanbal memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan
o
Jangan
mengirim produk rusak ke prosess berikutnya
o
Proses
berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan
o
Memproduksi
hanya sejumlah proses berikutnya
o
Meratakan
beban produksi
o
Menaati
instruktur kanban pada saat fine tuning.
8. Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses
·
Visibiltas/
pengendalian visual : Salah satu kekuatan JIT adalah sistemnya yang merupakan
system visual. Melacaknya apa yang terjadi dalam system tradisional sulit
dilakukan karena para karyawan mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam
prosess dan banyak rute produksi yang saling bersilangan
·
Eliminasi
Kemacetan : Untuk menghapus kemcetan, baik dalam fase setup maupun dalam masa
produksi, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim fungsi
silang. Tim ini terdiri dari berabagi departemen, seperti perekayasaan,
manufaktur, keuangan dan departemen lainnya yang relevan
·
Ukuran
Lot Kecil Dan Pengurangan Waktu Setup : Ukuran lot yang ideal bukan
ukuran yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini
pendekatan ini esuai bila nesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai
bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses berikutnya dalam tahap
produksi
·
Total
Productive Maintance : TPM merupakan suatu keharusan dalam sisitem JIT.
Mesi-mesin membersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan
oleh operator yang menjalankan mesin tersebut
·
Kemampuan
Proses, Statistical Proses Control
(SPC), dan
Perbaikan Berkesinambungan
Kemampuan
proses, SPC, dan perbaikan berkesinambungan harus ada dalam pemanufakturan JIT,
karena beberapa hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan
harapan dan mendekati sempurna. Kedua, dalam JIt tidak ada bahan cadangan untuk
kemacetan perusahaan dan Ketiga, semua kondisi mesin harus bekerja dengan prima.
2.4
Startegi Penerapan Just in Time
Ada
beberapa strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam perusahaan, antara lain:
·
Startegi
Penerapan pembelian Just in Time
Dukungan, yaitu dari semua pihak terutama yang berkaitan dengan kegiatan
pembelian, dan khususnya dukungan dari pimpinan.Tanpa ada komitmen dari
pinpinan tersebut JIt tidak dapat terlaksana
·
Mengubah
system, yaitu mengubah cara mengadakan pembelian, yaitu dengan membuat kontrak
jangka panjang dengan pemasok sehingga perusahaan cukup hanya memesan sekali
untuk jangka panjang, selanjutnya barang akan dating sesuai kebutuhan atau
proses produksi perubahan kita
Startegi
penerapan Just in Time dalam system
produksi.Penemuan system produksi yang tepat,
yaitu dengan system tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan dengan menghilangkan sebanyakmungkin pemborosan.Penemuan lini
produksi yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam barang,
sehingga semua kebutuhanpelanggan yang berbeda-beda itu dapat terpenuhi.Selain
itu lini produksi tersebut dapat menghemat biaya, biaya bahan, persediaan, dan
sebagainya. JIT bukan hanya sekedar metode pengedalian persediaan, tetapi juga
merupakan system produksi system produksi yang saling berkaitan dengan semua
fungsi dan aktivitas.
2.5
Keuntungan Keuntungan JIT
·
Waktu
set-up pada gudang dapat dikurangi. Dengan pemotongan waktu dan biaya ini akan
membuat perusahaan lebih effisien, dan perusahaan dapat lebih fokus untuk
perbaikan pada bidang lainnya
·
Aliaran
barang dari gudang ke produksi akan meningkat. Beberapa pekerja akan fokus pada
daerah pekerjaannya untuk bekerja secara cepat
·
Pekerja
yang menguasai berbagai keahlian digunakan secara lebih efisien
·
Penjadwalan
produk dan jam kerja karyawan akan lebih konsisten
·
Adanya
peningkatan hubungan dengan pemasok
·
Persediaan
selalu dipertahankan untuk menjaga produkstivitas pekerja dan bisnis akan fokus
pada turn over
2.6
Kanban
2.6.1
Definisi kanban
Kanban dalam bahasa jepang berarti
"Visual Record or Signal".
Sistem produksi JIT menggunakan aliran informasi berupa kanban yang berbentuk
kartu atau peralatan lainnya seperti bendera,lampu dan lain-lain. Sistem kanban
adalah suatu sistem informasi yang secara harmonis mengendalikan "produksi produk yang diperlukan dalam jumlah
yang diperlukan pada waktu yang diperlukan" dalam tiap proses
manufakturing dan juga diantara perusahaan. Menurut Taiichi Ohno, “Kanban adalah suatu alat untuk mengendalikan
produksi", yang digunakan dalam mengendalikan aliran-aliran material
melalui sistem produksi JIT dengan menggunakan kartu-kartu untuk memerintahkan
suatu work center memindahkan dan menghasilkan material atau komponen tertentu.
2.6.2
Persiapan Pra Kanban
Sebelum
melakukan sistem kanban perlu dilakukan persiapan-persiapan dengan baik. Dalam
SPT, penerapan sistem kanban didukung oleh persiapan-persiapan yang meliputi
Ø Pelancaran Produksi
Ø Memperpendek Waktu Penyiapan
Ø Tata Letak Proses
Ø Pembakuan Pekerjaan atau Operasi
Ø Autonomasi
Ø Aktivitas Perbaikan
2.6.3
Fungsi dan Aturan Kanban
Menurut
Yasuhiro Monden secara terperinci sistem kanban digunakan untuk melakukan
fungsi sebagai berikut
Ø Perintah
Kanban berlaku sebagai alat perintah
antara produksi dan pengiriman. Kanban yang dituliskan merupakan suatu alamat
yang menginformasikan proses sebelum tempat penyimpanan komponen yang telah
diolah, dan menginformasikan proses yang sesudah tempat komponen yang
dibutuhkan
Ø Pengendalian diri sendiri untuk
mencegah over production
Sistem kanban merupakan mekanisme
pengendalian diri sendiri sehingga memungkinkan tiap proses melakukan
penyesuaian kecil terhadap pasokan untuk jadwal produksi bulanannya karena
adanya fluktuasi permintaan bulanan
Ø Pengendalian Visual
Sistem kanban barlaku sebagai alat
untuk pengendalian visual karena bukan saja memberikan informasi numerik,
tetapi juga informasi fisik dalam bentuk kartu kanban
Ø Perbaikan Proses dan Operasi Manual
Penggunaan sistem kanban untuk
membantu perbaikan operasi sangat dibutuhkan karena peningkatan produktivitas
mengakibatkan perbaikan keuangan sehingga memperbaiki perusahaan secara
keseluruhan
Ø Pengurangan Biaya Pengelolaan
Sistem kanban juga berfungsi
mengurangi biaya manajemen dengan membantu mengurangi jumlah perencanaan
menjadi nol
BAB III
Sistem
Produksi Berbasis Theory of
Constrains
3.1
Pendahuluan
Optimized Production Technology (OPT) diperkenalkan secara
luas oleh E. Goldratt melalui bukunya The Goal: A Process of Ongoing
Improvement yang ditulis pada tahun 1986. Konsep OPT
menekankan pada optimasi pemanfaatan stasiun konstrain, sehingga
metoda ini juga dikenal dengan nama Theory of Constraints (TOC). Metoda yang dikembangkan ini masif bersifatumum dan logika
berpikir dari metoda ini dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai sistem, selain
sistem produksi.
Metoda inimenekankan
untuk memaksimalkan throughput dengan persediaan dan biayaoperasional yang
minimum.Troughput didefinisikan
sebagai aliran uang yangmasuk ke perusahaan,
sehingga tujuan suatu perusahaan untuk menghasilkanuang dapat tercapai.
Goldratt menentang suatu organisasi yang memiliki tujuanmenyerap tenaga kerja, menaikkan penjualan, meningkatkan pangsa pasar,mengembangkan
teknologi, dan menghasilkan produk yang berkualitas, karenatujuan-tujuan tersebut tidak menjamin kelangsungan
hidup jangka panjang perusahaan dan hanya merupakan alat untuk
mencapai tujuan yang sebenarnya.
Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan
manajemen constraint (kendala) yang dimiliki perusahaan. Dasar pemikiran
TOC adalah perusahaan memiliki constraint dan harus dimanajemen sesuai
constraint tersebut. Suatu constraint dapat diidentifikasikan sebagai
segala sesuatu yang menghalangi suatu sistem untuk mencapai performansi yang
lebih tinggi relatif terhadap tujuannya
Filsafat
manajemen yang dikembangkan oleh Dr Eliyahu Moshe Goldratt. Menurut Goldratt
kekuatan rantai, proses, atau sistem bergantung pada link yang paling lemah.
TOC sistemik dan berusaha untuk mengidentifikasi kendala untuk sistem sukses
dan efek perubahan yang diperlukan untuk menghapusnya. Dr Goldratt dan TOC luas
dikenal dengan penerbitan 1984 Goldratt's novel The Goal.
Dalam suatu
proses pelaksanaan konstruksi tentunya terdapat berbagai masalah dan halangan
yang beraneka ragam serta kondisi yang berbeda antara satu proyek dengan proyek
yang lainnya. Fakta ini memicu munculnya teori – teori yang lahir dari kondisi
yang ada ini. Beberapa dari teori ini bahkan diambil dari luar dunia konstruksi
namun dicoba untuk bisa di implementasikan ke dalam dunia konstruksi. Theory of Constraint adalah salah satu
dari sederetan teori tersebut dan berhasil digunakan dalam dunia industri. Theory of Constraints adalah suatu teori
yang memfokuskan perhatian manajer pada kendala yang memperlambat proses
produksi (Blocher et al, 2000). Mengingat konstruksi juga merupakan suatu
bentuk dari industri maka dicoba untuk mengimplementasikan teori ini kedalamnya.
3.2
Pengertian
Theory of Constraints adalah teknik yang di gunakan untuk
menngkatkan kecepatan dalam proses produksi. Ukuran didefinisikan dengan cara
yang berbeda untuk tiap-tiap perusahaan. Sebagai contoh Waktu
siklus produksi (cycle time, lead time) umumnya didefinisikan sebagai berikut:
Waktu siklus produksi = jumlah waktu antara
penerimaan pesanan pelanggan dan pengiriman pesanan tersebut
The
theory of constraints recognizes that the performance of any organization is
limited by its constraints. The theory of contraints than develops a specific
approach to manage constraints to support the objective of continous
improvement
(Hansen and Mowen,
2000:826)
Dari definisi tersebut, TOC merupakan filosofi manajemen
yang memfokuskan untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang mempengaruhi
proses produksi suatu perusahaan, kemudian mengoptimalkan pengunaan sumber daya
yang memiliki kendala tersebut untuk memaksimumkan throughput dan
meningkatkan keuntungan.
3.3
Tujuan
TOC
memfokuskan pada tiga ukuran kinerja organisasi : throughput, persediaan dan
beban operasi. Tujuan manajemen dinyatakan dengan
meningkatkan throughput, meminimalkan persediaan, dan menurunkan biaya operasi
·
Throughput
adalah tingkat di mana suatu organisasi menghasilkan uang melalui penjualan.
·
Persediaan
adalah seluruh uang yang dikeluarkan organisasi dalam mengubah bahan baku
menjadi throughput
·
Beban
operasi adalah seluruh uang yang
dikeluarkan organisasi untuk mengubah persedian menjadi throughput
Berdasarkan
ketiga ukuran ini, tujuan manajemen dapat dinyatakan sebagai meningkatkan
throughput, meminimalkan persediaan dan menurunkan beban operasi. Karakteristik manufaktur yang cocok: TOC sendiri merupakan suatu sistem
yang digunakan untuk menganalisis constraint yang ada dalam suatu perusahaan
sehingga hampir semua perusahaan cocok menerapkan sistem ini. Namun, ada satu
karakteristik manufaktur yang tidak cocok dengan sistem ini yaitu karakteristik
“make to order”.
3.4
Penerapan TOC
Penerapan TOC lebih terfokus pada pengelolaan operasi yang berkendala
sebagai kunci dalam meningkatkan kinerja sistem produksi, nantinya dapat
berpengaruh terhadap profitabilitas secara keseluruhan.
Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Menurut Hansen dan Mowen, jenis kendala dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Berdasarkan
asalnya
1.
Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan, misalnya keterbatasan jam mesin.
Kendala internal harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan
throughput semaksimal mungkin tanpa meningkatkan persediaan dan biaya
operasional.
2.
Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, misalnya permintaan pasar atau
kuantitas bahan baku yang tersedia dari pemasok. Kendala eksternal yang berupa
volume produk yang dapat dijual, dapat diatasi dengan menemukan pasar,
meningkatkan permintaan pasar ataupun dengan mengembangkan produk baru.
- Berdasar
sifatnya
1.
Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada
sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
2.
Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala yang
terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan sepenuhnya.
Selain itu Kaplan dan Atkinson menambahkan pengelompokan kendala dalam tiga
bagian yaitu:
- Kendala
sumberdaya (resource constraint). Kendala ini dapat berupa
kemampuan factor input produksi seperti bahan baku, tenaga kerja dan jam mesin.
- Kendala
pasar (market resource). Kendala yang merupakan
tingkat minimal dan maksimal dari penjualan yang mungkin selama dalam
periode perencanaan.
- Kendala
keseimbangan (balanced constraint). Diidentifikasi sebagai
produksi dalam siklus produksi.
Theory of Constraint(TOC) mengakui bahwa kinerja setiap perusahaan dibatasi
oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan pendekatan kendala untuk
mendukung tujuan, yaitu kemajuan terus-menerus suatu perusahaan (continious
improvement). Teori ini memfokuskan diri pada tiga ukuran yaitu:
- Throughput, adalah
suatu ukuran dimana suatu perusahaan menghasilkan uang melalui penjualan.
- Persediaan, adalah
semua dana yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah bahan baku mentah
melalui throughput. Bahan persediaan dalam TOC merupakan semua aktiva yang
dimiliki dan terrsedia secara potensial untuk penjualan.
- Biaya-biaya
operasional, yang dikeluarkan perusahaan untuk mengubah persediaan menjadi
throughput. Biaya operasi ini terjadi untuk mendukung dan mengoptimalkan throughput
dalam kendala.
3.5
Langkah-Langkah TOC
Ada lima langkah
TOC yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
berhubungan
dengan proses pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan daya saing perusahaan. Langkah-langkah tersebut
menurut Hansen and Mowen adalah sebagai berikut:
o
Mengidentifikasi kendala yang
berpengaruh dalam proses produksi
o
Mengeksploitasi sumber daya yang
berkendala
o
Menyesuaikan aktivitas pada
sumber daya yang tidak berkendala dengan aktivitas yang berkendala
o
Memaksimumkan penggunaan sumber
daya yang berkendala dan upaya mencari jalan untuk mengatasi kendala tersebut
o
Memantau proses produksi yang
sudah dibenahi dan memulai pencarian kendala baru yang mungkin muncul
Orientasi TOC ke
arah output dari seluruh sistem, daripada melihat pada unit diskrit atau
komponen. lima fokus dengan langkah langkah yang membantu mengidentifikasi
kendala terbesar yang overshadows semua orang lain. langkah ini merupakan
sebuah proses secara berulang. seperti yang diperkuat sebagai salah satu
kendala dalam waktu dekat ini, orang berikutnya yang paling lemah dan link yang
menjadi kendala yang menjadi prioritas yang harus ditangani. dengan demikian ,
dari sebuah sistem yang masih berlangsung proses perbaikan itu adalah praktik
bisnis yang diterapkan pada bagian dari perusahaan tersebut.
3.5.1
Sepuluh Aturan Dasar TOC
Selain memperhatikan lima tahap penerapan TOC diatas, perlu diperhatikan
pula sepuluh prinsip dasar TOC. Kesepuluh prisnsip dasar tersebut adalah:
1. Seimbangkan aliran produksi, bukan kapasitas produksi.
- Tingkat utilitas non bottleneck tidak ditentukan oleh potensi
stasiun kerja tersebut tetapi oleh stasiun kerja bottleneck atau sumber
kritis lainnya.
- Aktivitas tidak selalu sama dengan utilitas.
- Satu jam kehilangan pada bottleneck merupakan satu jam kehilangan
sistem keseluruhan.
- Satu jam penghematan pada non bottleneck merupakan suatu
fatamorgana.
- Bottleneck mempengaruhi throughput dan inventory.
- Batch transfer tidak selalu sama jumlahnya dengan batch proses.
- Batch proses sebaiknya tidak tetap (variabel).
- Penjadwalan (kapasitas & prioritas) dilakukan dengan
memperhatikan semua kendala (constraint) yang ada secara simultan.
10. Jumlah optimum lokal tidak sama dengan optimum keseluruhan (total)
3.6
Jenis-Jenis Konstrain
Jenis
jenis konstrain pada OPT terdiri dari:
·
Internal Konstrain
Berada di dalam sistem, seperti
kapasitas mesin, lingkungan kerja dll.
·
Eksternal Konstrain
Berada di luar sistem, seperti peluang
pasar, pemasok, dll.
·
Konstrain Fisik
Dapat dilihat secara jelas, seperti
kapasitas mesin, layout, kecepatan produksi, dll
·
Konstrain Non-Fisik
Tidak dapat dilihat secara jelas,
seperti peraturan pemerintah, kebijakan perusahaan, cara pikir manajer,
permintaan pasar, dll
3.7
Drum Buffer Rope
(DBR)
Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada stasiun konstraindan
menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah sistem penjadwalandrum-V-6
buffer-rope (DBR). Sistem penjadwalan DBR juga digunakan dalamsynchronous
manufacturing yang diperkenalkan oleh Umble dan Srikanth,(1996).
Drum buffer rope merupakan metode yang digunakan TOC dalammengatur aliran
produksi. Langkah awal dalam mengatur aliran produksi adalah membuat rencana
produksi. Dalam membuat rencana produksi perludiperhatikan bahwa jumlah
produksi tidak melebihi permintaan pasar, terdapatcukup material untuk memenuhi
rencana produksi, dan cukup kapasitas sumber daya untuk mengolahnya.
Setelah hal-hal tersebut dipenuhi selanjutnya adalahmenentukan jadwal sumber
daya konstrain kapasitas (
Capacity Constraint Resource: CCR). Jadwal CCR digunakan untuk
membuat rencana produksiakhir. Rencana produksi modifikasi tersebut disebut MPS
(Master ProductionSchedule). Proses membuat MPS ini disebut
sebagaidrum.Gangguan dan variansi selalu ada dalam proses manufaktur.
Untuk memenuhi janji kepada konsumen digunakanbuffer (penyangga).
Sedangkanrope melambangkan titik kendali yang menentukan kapan suatu bahan
bakudilepaskan ke lantai pabrik. Pendekatan DBR dapat dianalogikan
sebagaideretan anggota pramuka yang sedang berbaris, seperti pada gambar
dbawahini.
Gambar 5.1. Ilustrasi Pendekatan
3.7.1 Buffer atau penyangga terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Time buffer,
yaitu waktu
yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk melindungi laju
produksi(throughput)sistem dari gangguan yang selaluterjadi dalam sistem
produksi.
2. Stock buffer,
yaitu produk
akhir maupun produk antara yang dijadikan penyangga dengan tujuan untuk
memperbaiki kemampuan menanggapisistem produksi terhadap permintaan, sehingga
sistem mungkin untuk menyelesaikan produk di bawah waktu penyelesaian
normalnya
3.8
Prinsip Kerja dan Metode Kontrol OPT
Bottleneck didefinisikan
sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas lebih kecil dari yang dibutuhkan. Dengan
kata lain bottleneck adalah suatu proses yang membatasi throughput. Bottleneck dapat
berupa mesin, tenaga kerja terampil, peralatan khusus dan sebagainya.
Prinsip Kerja OPTPrinsip kerja
OPT:
Yaitu non bottleneck bekerja pada utilitas tertentu untuk mendukung
kelancaran bottleneck , pada saat yang bersamaan mencegah terjadinya
kenaikan persediaan (work in process) dan bottleneck bekerja pada
utilitas 100 %.
Hubungan antara bottleneck dan non bottleneck :
Gambar 5.4. Hubungan sumber bottleneck dan non bottleneck
(Browne, 1988)
3.9 Hubungan TOC dan JIT (Just In
Time)
Tujuan utama seorang manajer menggunakan JIT dalam perusahaan yaitu untuk mengurangi waktu yang digunakan produk dalam pabrik. Jika total produksi turun, maka akan terjadi penurunan pula pada biaya, hal ini dikarenakan lebih sedikitnya persediaan yang harus dibiayai, disimpan, dikelola, dan diamankan. Dengan JIT, waktu dapat diminimalisasi terhadap throughput produk yaitu total produksi sampai pada saat barang dikirim. Oleh karena itu, waktu throughput (throughput time) merupakan jumlah dari waktu proses, waktu tunggu, waktu pemindahan, waktu inspeksi. Yang merupakan waktu throughput yang mencakup penurunan persediaan dalam proses, akan mengarahkan pada hal-hal berikut ini:
- Menurunkan biaya modal dalam persediaan.
- Mengurangi biaya overhead untuk pemindahan bahan.
- Mengurangi resiko keusangan.
- Meningkatkan daya tanggap bagi pelanggan dan mengurangi waktu
pengiriman.
3.10
Theory of Constraints (TOC) dan Activity
Based Costing (ABC)
Pendekatan TOC beranggapan bahwa
biaya operasional sulit untuk diubah dalam jangka pendek, sehingga TOC tidak
mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas individual dan penggerak biaya. Oleh
karena itu, TOC kurang berguna untuk mengelola biaya dalam jangka panjang. Di
lain sisi, activity-based costing (ABC) mempunyai perspektif jangka panjang
yang memfokuskan pada peningkatan proses dengan mengeliminasi
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah dan mengurangi biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh aktivitas yang bernilai tambah. Oleh karena itu, ABC lebih
berguna untuk perencanaan profit, pengendalian biaya dan penetapan harga jangka
panjang
ABC dan TOC sama-sama digunakan
untuk menetapkan profitabilitas produk. Namun keduanya juga memiliki perbedaan
yaitu ABC mengembangkan suatu analisis jangka panjang yang meliputi semua biaya
produk. Sedangkan TOC mengambil pendekatan jangka pendek untuk analisis
profitabilitas karena teori ini hanya berdasarkan pada biaya-biaya yag
berkaitan pada bahan. ABC menyediakan suatu analisis komprehensif dari
penggerak biaya (cost driver) dan biaya unit yang akurat, sebagai suatu dasar
untuk pengambilan keputusan strategis mengenai harga dan bauran produk dalam
jangka panjang. Sebaliknya TOC menyediakan suatu metode yang berguna untuk
meningkatkan profitabilitas jangka pendek melalui penyesuaian bauran produk
untuk jangka pendek dan melalui perhatian pada hambatan-hambatan produksi.
Keunggulan ABC adalah memusatkan perhatian pada kegiatan (aktivitas), yaitu apa
yang dilakukan oleh tenaga kerja dan peralatan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. ABC umumnya digunakan oleh perusahaan dengan menggunakan metode
manajemen biaya seperti biaya target (target costing) dan TOC.
BAB IV
Sistem Produksi Berbasis Proyek
4.1
Pendahuluan
4.1.1
Sejarah
Manajemen proyek merupakan salah satu
disiplin ilmu yang telah dikembangkan dari beberapa bidang aplikasi seperti
konstruksi sipil, teknik dan aktivitas pertahanan berat. Dua tokoh yang dikenal
sebagai nenek moyang dalam perkembangan ilmu manajemen proyek adalah Henry
Gantt, yang memperkenalkan penggunaan Gantt Chart dalam melakukan perencanaan
dan pengontrolan aktifitas proyek, serta Henry Fayol dengan teori “5 fungsi
manajemen” yang merupakan pengetahuan dasar terkait manajemen proyek ataupun manajemen
program. Karya kedua tokoh tersebut disebut-sebut sebagai cikal bakal tools
yang digunakan dalam manajemen proyek modern. Filosofi perencanaan
dan pengendalian produksi pada proyek yaitu merencanakan kegiatan-kegiatan
proyek, agar apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik
(Manarisa, 2011).
4.1.2
Tujuan
a. Menunjukkan hubungan tiap-tiap
kegiatan terhadap keseluruhan proyek.
b. Mengidentifikasikan hubungan yang
harus didahulukan di antara kegiatan.
c. Menunjukkan perkiraan biaya dan waktu
yang realistis untuk tiap kegiatan.
d. Membantu penggunaan tenaga kerja,
uang dan sumber daya lainnya dengan cara mencermati hal-hal kritis pada proyek.
4.1.3
Karakteristik
Karakteristik manufaktur yang cocok untuk sistem produksi
berbasis proyek adalah untuk Engineer to
Order. Pada proyek khusus memerlukan waktu bulanan, atau tahunan biasanya
dibuat diluar sistem produksi normal. Organisasi proyek dalam perusahaan adalah
menetapkan guna menagani banyak pekerjaan dan sering kali dibubarkan pada saat
proyek telah selesai. Manajemen proyek besar mencakup tiga fase :
a.
Perencanaan : Ini meliputi penetapan
tujuan, pendefinisian proyek, dan organisasi tim.
b.
Penjadwalan, Ini menghubungkan orang,
uang, dan supplies ke aktivitas khusus dan menghubungkan aktivitas dengan yang
lainnya.
c.
Pengendalian, Disinilah perusahaan
mengawasi sumber dayanya, biayanya, kualitas, dan anggaran. Ini juga merevisi
atau mengubah rencana dan mengganti sumber daya untuk menepati waktu dan permintaan biaya.
Karakteristik
proyek:
a. Memiliki tujuan spesifik dan batas
waktu
b. unik atau agak asing bagi pekerja
c. berisi tugas-tugas yang saling
terkait kompleks yang memerlukan keahlian khusus
d. Bersifat sementara tapi penting
untuk perusahaan
4.2
Pengertian
Proyek merupakan rangkaian tugas-tugas yang berkaitan dan diarahkan
menuju output yang besar. Suatu bentuk organisasi yang baru, dibuat untuk
meyakinkan program yang telah ada terus berjalan mulus/lancar atas dasar hari
ke hari sementara proyek yang baru diselesaikan secara lengkap. Ini disebut
dengan organisasi proyek. Organisasi proyek adalah cara yang efektif untuk
mengumpulkan orang dan sumber daya fisik yang diperlukan untuk waktuu yang
terbatas untuk menyelesaikan proyek tertentu atau tujuan. Biasanya adalah
struktur organisasi temporer yang dirancang untuk mencapai hasil dengan
menggunakan ahli luar perusahaan.
Organisasi proyek berfungsi dengan baik pada saat :
1.
Pekerjaan bisa didefinisikan
dengan tujuan tertentu dan tanggal batas waktunya
2.
Pekerjaan itu unik, atau
sesuatu yang tidak lazim atas organisasi yang sudah ada
3.
Pekerjaan itu memuat tugas
saling berkaitan yang kompleks yang membutuhkan keahlian tertentu
4.
Proyek bersifat temporer tapi
sangat penting/kritis terhadap perusahaan
4.3
Alat atau Tools yang Dipakai
PERT dan CPM merupakan dua teknik
jaringan yang banyak dipergunakan dan perlu dibicarakan secara singkat,
memiliki kemampuan untuk memperkirakan hubungan utama dan kegiatan yang saling
terkaitan dalam proyek yang rumit. Penjadwalan yang selalu dikomputerisasi,
PERT dan CPM memiliki batasan dalam diagram Gantt yang lebih mudah. Bahkan
dalam proyek besar, diagram Gantt dapat dipergunakan sebagai ringkasan status
proyek dan dapat melengkapi pendekatan jaringan lain
4.3.1
Project Evaluation and Review Technique (PERT)
PERT merupakan suatu metode yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya
penundaan, maupun gangguan produksi serta mengkoordinasikan berbagai bagian
suatu pekerjaan secara menyeluruh dan mempercepat selesainya proyek.
Manfaat PERT:
1. Mengetahui ketergantungan dan
keterhubungan tiap pekerjaan dalam suatu proyek.
2. Dapat mengetahui implikasi dan waktu
jika terjadi keterlambatan suatu pekerjaan.
3. Dapat mengetahui kemungkinan untuk
mencari jalur alternatif lain yang lebih baik untuk kelancaran proyek.
4. Dapat mengetahui kemungkinan
percepatan dari salah satu atau beberapa jalur kegiatan.
5. Dapat mengetahui batas waktu
penyelesaian proyek.
Contoh PERT Probabilitas: Suatu proyek kapal
selam mempunyai waktu penyelesaian yang diharapkan 40 minggu, dengan suatu
simpangan baku 5 minggu. Apa mungkin dapat menyelesaikan dalam waktu 50 minggu
atau lebih sedikit?
Converting to Standardized
Gambar 4.1. Distribusi Normal
Obtaining the
Probability
Gambar 4.2. Standardized Normal Probability
4.3.2
Critical Path Method (CPM)
Metode
jalur kritis (CPM) adalah teknik langkah demi-langkah untuk proses perencanaan
yang menentukan tugas-tugas penting dan tidak penting dengan tujuan untuk
mencegah masalah waktu-frame dan kemacetan proses
CPM secara luas dipergunakan untuk
manajemen proyek. Secara ringkas langkah-langkah CPM adalah sebagai berikut
1. Pendefinisian
proyek ke dalam bentuk kegiatan-kegiatan dan peristiwa-peristiwa.
2. Penyusunan
suatu network diagram yang menunjukkan hubungan antar-kegiatan yang sesuai
dengan proyek tersebut.
3. Penentuan
perkiraan lama waktu setiap kegiatan.
4. Perhitungan
lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap lintasan (path) yang terdapat di dalam
network (disebut Analisis Waktu Proyek).
5. Penentuan
rencana kebutuhan sumberdaya (termasuk biaya) untuk setiap kegiatan di dalam
proyek untuk mencapai tujuan proyek (disebut Analisis Sumber Daya Proyek).
Lintasan yang memiliki total waktu dari
hasil perhitungan langkah keempat diatas disebut sebagai lintasan kritis
(critical path), artinya untuk waktu-waktu kegiatan dari seluruh item pada
lintasan ini adalah kritis terhadap batas waktu penyelesaian proyek. Jumlah
dari waktu-waktu kegiatan pada lintasan kritis tersebut disebut expected mean time of critical path (Tg). Sedangkan lintasan yang lain akan
menimbulkan kelebihan waktu (slack). Slack ini berkaitan dengan suatu lintasan
yang memiliki perbedaan antara (Tg) dengan
total waktu pada lintasan tersebut
·
Simbol-simbol yang digunakan
Simbol-simbol
yang digunakan dalam sebuah network
diagram terdiri atas dua sampai tiga macam. Ketiga macam simbol tersebut
adalah anak panah yang melambangkan antara dua peristiwa. Simbol-simbol
tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Anak panah (Arrow) menyatakan sebuah kegiatan. Nama kegiatan dicantumkan
dicantumkan ditas anak-anak panah dan lama kegiatan ditulis dibawah anak panah.
Anak panah selalu digambarkan mulai dari kiri kekanan dengan kepala anak panah
disisi kanan. Ekor anak panah ditafsirkan sebagai kegiatan awal, sedangkan
kepala anak anah ditafsirkan sebagai akhir atau kegiatan yang sudah selesai.
2)
Lingkaran (Node) menyatakan sebuah kejadian atau peristiwa (event). Event didefinisikan sebagai pertemuan dari satu kegiatan atau
beberapa kegiatan. Lingkaran tersebut dibagi atas tiga ruangan, yaitu sebagai
berikut:
a) Ruang
sebelah atas, menyatakan nomor peristiwa yang dapat berupa n, i, atau j.
b) Ruang
sebelah bawah kiri merupakan tempat bilangan yang menyatakan nomor hari (untuk
satuan waktu hari) yang merupakan saat paling awal suatu peristiwa mungkin
terjadi.
c) Ruang
sebelah bawah kanan merupakan tempat bilangan yang menyatakan nomor hari (untuk
satuan hari) yang merupakan saat paling lambat suatu peristiwa boleh terjadi
Gambar 4.3. Simbol CPM
Keterangan:
i = nomor peristiwa.
SPAi = saat paling awal peristiwa n
mungkin terjadi.
SPLi = saat paling lambat peristiwa n
boleh terjadi.
3)
Anak panah terputus-putus melambangkan
hubungan peristiwa.
·
Hubungan Antarsimbol
1)
Anak panah dengan
lingkaran yang melambangkan hubungan kegiatan dan peristiwa.
2) Hubungan
antara anak panah terputus-putus dengan lingkaran yang melambangkan hubungan
antar dua peristiwa
Gambar 4.4. Hubungan antar
simbol CPM
Kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Bila
i terjadi, maka X bisa mulai.
b. Bila
X mulai, maka i pasti terjadi.
c. Bila
X selesai, maka j pasti terjadi.
d. Bila
j terjadi, maka X pasti selesai.
·
Peristiwa kritis, Kegiatan kritis, dan
Lintasan kritis
a. Peristiwa
kritis adalah peristiwa yang tidak mempunyai tenggang waktu atau SPA (saat
paling awal) sama dengan SPL (saat paling lambat). Jadi untuk kegiatan kritis
SPL dikurangi SPAsama dengan nol
b. Kegiatan
kritis
Kegiatan kritis
adalah kegiatan yang sangat sensitif terhadap keterlambatan, sehingga bila
sebuah kegiatan kritis terlambat satu hari saja, sedang kegiatan-kegiatan
lainnya tidak terlambat, maka produksi proyek akan mengalami keterlambatan
selama satu hari. Sifat kritis ini disebabkan karena kegiatan tersebut harus
dimulai pada satu saat (tidak ada mulai paling awal dan tidak ada mulai paling
lambat) dan harus selesai pada satu saat (tidak ada selesai paling awal dan
tidak ada selesai paling lambat). Kegiatan yang bersangkutan secara formulatif:
SPAi = SPLi
SPAj = SPLj
Kegiatan kritis ini harus mulai pada
suatu saat awal saja dan harus selesai pada saat akhir saja dan tidak ada alternative saat
lainnya, maka berlaku rumus:
SPAi + Tij =
SPAj
SPLi + Tij =
SPAj
Keterangan:
SPAi = saat
paling awal peristiwa dari kegiatan.
SPAj = saat
paling awal peristiwa akhir bersama seluruh kegiatan.
SPLi = saat
paling akhir peristiwa dari kegiatan.
SPLj = saat
paling akhir peristiwa akhir bersama seluruh kegiatan.
Tij = lama kegiatan dari node i ke node j
c. Lintasan
Kritis
Lintasan kritis dalam network diagram
adalah lintasan yang terdiri atas kegiatan-kegiatan kritis, peristiwa-peristiwa
kritis, dan dummy (panah terputus-putus). Dummy hanya ada dalam lintasan kritis
bila diperlukan. Berdasarkan prosedur dan rumus untuk menghitung umur produksi
proyek lintasan kritis, maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Umur
lintasan kritis sama dengan umur produksi proyek.
2) Lintasan
kritis adalah lintasan yang paling lama umur pelaksanaannya dari semua lintasan
yang ada
·
Umur produksi proyek
Lama kegiatan
adalah jangka waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian kegiatan produksi
proyek, yaitu mulai dari saat awal pada saat kegiatan mulai dikerjakan sampai
dengan saat akhir pada saat kegiatan akhir dikerjakan. Dua faktor penentu lama
kegiatan adalah
1)
Faktor teknis, yang termasuk adalah
volume pekerjaan, sumber daya, ruangan jam kerja per hari.
2)
Faktor non teknis, yang termasuk adalah
banyaknya hari libur, banyaknya cuaca yang tidak memungkinkan penyelenggaraan
kegiatan tersebut, dan lain-lain
·
Pembuatan bagan balok (Gantt Chart)
Salah satu metode penyusunan jadwal yang
tertua adalah menggunakan bagan balok atau gantt, yang dibuat oleh H.L. Gantt.
Bagan ini disusun dengan maksud utama mengidentifikasi unsur waktu dalam
merencanakan suatu kegiatan yang terdiri atas waktu mulai, akhir, dan saat
pelaporan. Keuntungan yang didapat dari pemakaian metode ini adalah sebagai
berikut
1) Sederhana,
mudah dibuat dan dipahami. Oleh karena itu, Gantt chart bermanfaat sebagai alat
komunikasi dalam penyelenggaraan produksi proyek.
2) Dapat
menggambarkan jadwal (perencanaan) suatu kegiatan.
3) Kenyataan
kemajuan sesungguhnya pada saat pelaporan.
4) Bila
digabungkan dengan metode lain dapat dipakai untuk perencanaan dan pengendalian
produksi proyek pada aspek yang lebih luas
Contoh
pembuatan Gantt Chart dapat dilihat pada Tabel 4. 1.
4.3.3
Kerangka
PERT dan CPM
Ada enam langkah yang terdapat di PERT
dan CPM. Prosedurnya adalah sebagai berikut
1.
Mendefinisikan proyek dan semua
aktivitas atau tugas yang signifikan.
2.
Membuat keterkaitan antara
aktivitas-aktivitasnya. Putuskan aktivitas mana yang harus mendahului dan mana
yang harus mengikuti yang lain.
3.
Menggambar jaringan yang
menghubungkan semua aktivitas.
4.
Membebankan estimasi waktu dan
atau biaya ke masing-masing aktivitas.
5.
Hitunglah jalur waktu paling
panjang melalui jaringan itu; ini disebut dengan jalur kritis.
6.
Gunakan jaringan untuk membantu
perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian proyek
Tabel
4.1. Contoh Gantt Chart With Task Link
Tahap 5, menemukan jalur kritis, merupakan bagian penting dari
pengendalian proyek. Aktivitas dalam jalur kritis mewakili tugas-tugas yang
akan menunda keseluruhan proyek jika mereka ditunda. Manajer mendapatkan
fleksibilitas dengan mengidentifikasi aktivitas yang tidak penting dan
merencanakan kembali, menjadwal kembali dan mengalokasikan sumber-sumber daya
seperti tenaga kerja dan keuangan
Walaupun PERT dan CPM berbeda dalam pengembangan terminology dan di
dalam konstruksi jaringannya, sasarannya ternyata sama. Dengan demikian,
analisis yang digunakan di ke dua teknik itu adalah sangat mirip. Perbedaan
utama adalah PERT menggunakan tiga perkiraan untuk masing-masing aktivitas.
Masing-masing estimasi memiliki probabilitas keterjadian yang terkait, yang mana,
sebaliknya digunakan dalammenghitung nilai yang diharapkan dan
deviasi/penyimpangan standar untuk waktu aktivitas. CPM membuat asumsi bahwa
waktu aktivitas diketahui dengan kepastian dan oleh sebab itu hanya satu faktor
waktu diberikan untuk masing-masing aktivitas
PERT dan CPM adalah sangat penting karena dua metode itu bisa
membantu menjawab pertanyaan seperti berikut mengenai proyek dengan ratusan
aktivitas
1.
Kapan keseluruhan proyek akan
diselesaikan.
2.
Apa aktivitas kritis atau
tugas-tugas dalam proyek yakni satu pekerjaan yang akan menunda keseluruhan
proyek jika pekerjaan itu terlambat.
3.
Apakah aktivitas non-kritis
yakni pekerjaan-pekerjaan yang bisa berjalan terlambat tanpa menunda
penyelesaian keseluruhan proyek.
4.
Probabilitas apa yang akan
membuat proyek itu diselesaikan pada tanggal tertentu.
5.
Pada suatu tanggal tertentu,
apakah proyek sesuai jadwal, dibelakang jadwal atau mendahului jadwal.
6.
Pada suatu tanggal yang telah
ditentukan, apakah jumlah uang yang dibelanjakan itu sama, kurang dari atau
lebih besar dari jumlah yang telah dianggarkan.
7.
Apakah ada sumber daya yang
tersedia untuk menyelesaikan proyek tepat pada waktunya.
8.
Jika proyek harus diselesaikan
dalam jangka waktu yang lebih singkat, apa cara paling baik untuk menyelesaikan
proyek ini dengan biaya yang sekecil mungkin
4.4
Penjadwalan
Proyek
Penjadwalan proyek menetapkan jangka waktu kegiatan proyek yang
harus diselesaikan. Bahan baku dan tenaga yang diperlukan dalam setiap tahapan
produksi dihitung dalam fase ini, juga ditentukan waktu yang diperlukan oleh
setiap aktivitas. Penjadwalan yang terpisah untuk kebutuhan personalia
berdasarkan jenis kemampuan (manajemen, teknik, atau pengaliran yang tepat,
misalnya) dibuat diagram. Diagram juga dapat dikembangkan untuk menjadwalkan
bahan baku
Salah satu pendekatan penjadwalan proyek yang paling populer adalah
diagram Gantt (sesuai dengan penemunya Henry Gantt). Diagram Gantt adalah biaya
yang rendah yang berarti membantu manajer memastikan beberapa hal yaitu
·
Merencanakan semua kegiatan.
·
Pehitungan penyelesaian
pesanan.
·
Pencatatan perkiraan waktu
kegiatan, dan
·
Pengembangan keseluruhan jangka
waktu proyek.
Diagram penjadwalan dapat dipergunakan untuk proyek sederhana.
Mereka memungkinkan manajer untuk mengawasi kemajuan dari setiap aktivitas dan
secara langsung menangani masalah setempat. Namun demikian diagram Gantt tidak
mudah untuk diperbaharui dan lebih penting lagi tidak memberikan ilustrasi yang
nyata tentang hubungan antara kegiatan dan sumber dayanya. Sebuah contoh
diagram Gantt ditunjukkan dalam Gambar 4.1, ilustrasi mengenai pelayanan rutin
suatu penerbangan komersial selama 40 menit persiapan menunjukkan diagram Gantt
dapat dipergunakan untuk menunjukkan sebab-sebab penundaan.
4.5
Pengendalian
Proyek
Pengendalian terhadap proyek besar, seperti pengendalian
segala jenis sistem manajemen, melibatkan
pengawasan seksama terhadap sumber daya, biaya, kualitas, dan anggaran.
Pengendalian juga berarti menggunakan lup umpan balik untuk merevisi rencana
proyek dan memiliki kemampuan untuk menggeser/mengganti sumber daya ke mana
saja mereka diperlukan. Laporan dan diagram PERT/CPM sekarang ini banyak
tersedia untuk computer Havard.,Primavera, Proyek, Macproject, Pertmaster,
Visischedule, dan Time Line.
Program ini menghasilkan variasi laporan yang luas
termasuk: perincian biaya secara detail untuk masing-masing pekerjaan, kurva
karyawan program total, table distribusi biaya dan biaya fungsional dan
ringkasan jam kerja, bahan baku dan peramalan biaya, laporan selisih, laporan
analisis waktu dan laporan status pekerjaan.
4.6
Analisis
Sumber Daya
Dari analisis waktu produksi proyek, dapat dibuat
jadwal produksi proyek yang berupa kumpulan jadwal semua kegiatan produksi
proyek. Setiap kegiatan harus dinyatakan rencana saat mulai dan saat
selesainya. Dalam penyelenggaraan suatu proyek diperlukan masukan-masukan yang
akan diproses dengan tingkat kesulitan dan waktu tertentu sehingga tujuan
produksi proyek tersebut yang berupa produk akhir tercapai.
4.7
Penggunaan
Sumber Daya untuk Kegiatan
Setiap pelaksanaan kegiatan membutuhkan sumber daya berupa biaya,
tenaga kerja, peralatan dan bahan. Agar kegiatan bisa dilaksanakan, maka sumber
daya yang diperlukan harus disediakan pada saat, jumlah, dan mutu yang diminta.
Untuk keperluan tersebut, perlu di perhatikan sifat distribusi dan sensitifitas
pemakaian sumber daya selama waktu pelaksanaan. Sumber daya langsung adalah
sumber daya yang jumlah pemakaiannya tergantung pada volume kegiatan/pekerjaan
dan tidak bergantung pada lamanya waktu pelaksanaan kegiatan. Sedangkan sumber
daya tidak langsung adalah sumber daya yang jumlah pemakaiannya bergantung pada
lamanya waktu pelaksanaan kegiatan dan tidak bergantung pada besar volume
kegiatan.
Gambar 4.2. Aktivitas Pelayanan Untuk Penerbangan Jet Komersial Selama 40 Menit
Pemberhentian
Penumpang
|
Pendaratan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Klaim Bagasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagasi
|
Bongkar muat
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengisian
bahan
|
Pemompaan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
bakar
|
Pengaliran
bahan bakar
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Cargo dan
Pos
|
Penurutan
muatan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembersihan
|
Pintu kabin
utama
|
|
|
|
|
|
|
|
|
kabin
|
Pintu kabin
belakang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembersihan
Toilet
|
Depan,tengah,belakang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Air Minum
|
Pengisian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pembesihan
kabin
|
Wilayah
kelas utama
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Wilayah
kelas ekonomi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Cargo dan
Pos
|
Penaikan
muatan/curah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Jasa
Penerbangan
|
Pemeriksaan
kabin
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penerimaan
penumpang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tenaga
Operasional
|
Pemeriksaan
pesawat
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bagasi
|
Menaikan
bagasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penumpang
|
Persiapan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
0 5
10 15 20
25 30 35
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.8
Kebutuhan
Sumber Daya
Kebutuhan sumber
daya dibedakan atas empat bagian, yaitu:
·
Kebutuhan
sumber daya merata
Untuk kegiatan atau pekerjaan tertentu,
seringkali dijumpai bahwa untuk menyelenggarakan pekerjaan tersebut diperlukan
tersedianya sumber daya (biaya, tenaga kerja, alat dan bahan) yang jumlah
perharinya sama atau merata selama proses pelaksanaan berlangsung.
·
Kebutuhan
sumber daya pada saat mulai
Untuk kegiatan atau pekerjaan tertentu,
seringkali dijumpai bahwa untuk menyelenggarakan pekerjaan tersebut diperlukan
tersedianya sumber daya (khususnya biaya) untuk seluruh kegiatan atau pekerjaan
pada saat/hari pekerjaan dimulai.
·
Kebutuhan
sumber daya pada saat akhir/selesai
Untuk pekerjaan atau kegiatan tertentu,
seringkali dijumpai bahwa untuk menyelenggarakan kegiatan atau pekerjaan
tersebut diperlukan tersedianya sumberdaya (kususnya biaya) untuk seluruh kegiatan
atau pekerjaan tersebut pada saat atau hari seluruh pekerjaan itu selesai.
·
Kebutuhan
sumberdaya tidak merata
Produksi proyek atau kelompok kegiatan
yang terdiri atas berbagai kegiatan yang susunannya kompleks, pada umumnya
membutuhkan sumberdaya (uang, tenaga kerja, alat dan bahan) yang besarnya tidak
merata sepanjang waktu penyelenggaraannya.
BAB V
Sistem Produksi
Make to Order
6.1 Pendahuluan
Perusahaan Industri yang memilih strategi make to order
hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standart dalam sistem
inventory, dari produk-produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas proses
pembuatan produk bersifat khusus yang disesuaikan dengan setiap pesanan dari
pelanggan. Siklus pesanan (order cycle) dimulai ketika pelanggan menspesifikasikan produk yang dipesan, dalam hal ini produsen dapat
membantu pelanggan untuk menyiapkan spesifikasi sesuai kebutuhan pelanggan itu.
Produsen menawarkan harga dan waktu penyerahan berdasarkan atas permintaann
pelanggan itu. Proses pengajuan proposal dalam strategi Make to Order tentu
saja lebih sederhana dan akan lebih murah apabila dibandingkan dengan pengajuan
proposal pada strategi Desain to Order.
Dalam strategi Make to Order, produser dan pelanggan
dapat sering berdiskusi untuk untuk mencari alternatif reduksi biaya, reduksi
waktu pegiriman, dan memenuhi kebutuhan aktual dari pelanggan. Apabila
pelanggan telah menyetujui proposal dari produser, proses pembuatan produk bisa
dilakukan, dan selanjutnya dikirim ke pelanggan.
Dalam strategi Make to Order, perusahaan perusahaan
mempunyai resiko yang sangat kecil . Sebagaiman halnya dengan strategi Desain
to Order, fokus operasionalnya adalah pada pemeasn spesifik dari pelanggan dan
bukan pada parts. Penggantian parts mesin, produk-produk kerajina tangan
berdasarkan pesanan khusus, riset pasar bagi perusahaan tertentu, dan pelatihan
pada perusahaan (in house training) berdasarkan kebutuhan spesifik dari
pelanggan, dapat dikategorikan dalam strategi make to order.
6.2 Pengertian Make to Order
Make to order adalah membuat suatu produk sesuai dengan pesanan. Pada strategi produksi. Ciri-ciri
Make to Order
a.
Inputnya bahan baku
b.
Biasanya untuk supply item dengan banyak
jenis
c.
Harganya cukup mahal
d.
Lead time ditetapkan oleh
konsumen/pesaing
e.
Perlu keahlian khusus
f.
Komponen bisa dibeli untuk persediaan
Strategi MTO mempunyai persediaan tetapi
hanya dalam bentuk desain produk dan beberapa bahan baku standar, sesuai dengan
produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas proses berdasarkan order konsumen.
Aktivitas proses dimulai pada saat konsumen menyerahkan spesifikasi produk yang
dibutuhkan dan perusahaan akan membantu konsumen menyiapkan spesifikasi produk,
beserta harga dan waktu penyerahan. Apabila telah dicapai kesepakatan, maka
perusahaan akan mulai membuat komponen dan merakitnya menjadi produk dan
kemudian menyerahkan kepada konsumen. Pada strategi ini, resiko terhadap
investasi persediaan kecil, operasionalnya lebih fokus pada keinginan
konsumennya
6.3 Klasifikasi Sistem Manufaktur
Berdasarkan Tipe Produksi
5.3.1
Assemble To
Order
Adalah tipe industri yangg
membuat produk dengan cara assembling hanya untuk memenuhi pesanan.
Strategi ATO, semua subassembly masuk pada persediaan.Ketika order
suatu produk datang, perusahaan dapat dengan cepat merakit komponen menjadi
produk jadi. Strategi ini digunakan oleh perusahaan yang mempunyai produk
modular, yang dapat dirakit menjadi beberapa produk akhir. Strategi ini
mempunyai ’moderate risk’ terhadap investasi persediaan. Operasi
lebih difokuskan pada modul atau part.
Ciri-ciri Assemble to Order:
o
Inputnya komponen,
o
Untuk suply item dengan banyak
jenis,
o
Harganya cukup mahal,
o
Lead time ditetapkan oleh
konsumen
5.3.2
Engineer To
Order
Adalah tipe industri yang membuat produk untuk
memenuhi pesanan khusus dimulai dari perancangan produksi sampai pengiriman
produk
Dalam ETO, tidak ada persediaan. Produk belum dibuat
sebelum ada order. Ketika order datang, perusahaan akan mengembangkan desain
produk berserta waktu dan biaya yang diperlukan. Apabila rancangannya disetujui
konsumen, maka produk baru dibuat. Strategi ini tidak mempunyai resiko (zero
risk) persediaan. Dan cocok untuk produk baru atau unik. Misalnya: Kapal,
komputer untuk militer, prototype mesin baru, dan lain-lain. Operasi lebih
difokuskan pada spesifikasi order dari konsumen daripada partnya itu sendiri
Ciri-ciri Enguneer To Order
o Produk
sangat spesifik,
o
Lead time panjang,
o
Harganya mahal
5.3.3
Make
To Stock
Adalah membuat suatu produk akhir untuk disimpan,
dan kebutuhan untuk konsumen akan diambil dari persediaan di gudang
Pada strategi MTS, persediaan dibuat dalam bentuk
produk akhir yang siap dipak. Siklus dimulai ketika perusahaan menentukan
produk, kemudian menentukan kebutuhan bahan baku, dan membuatnya untuk
disimpan. Konsumen akan memesan produk jika harga dan spesifikasi produk sesuai
dengan kebutuhannya. Operasi difokuskan pada kebutuhan pemenuhan tingkat
persediaan dan order yang tidak diidentifikasi pada proses produksi. Sistem
produksi mengembangkan tingkat persediaan yang didasarkan pada order yang akan
datang, bukan pada order sekarang. Pada strategi ini, resiko persediaan lebih
besar
Ciri-ciri Make To Stock
o Menyimpan
produk jadi,
o
Tingkat persediaan
tergantung pada : waktu respon permintaan pelanggan dan tingkat variabilitas permintaan,
o
Jika Lead Time singkat,
maka tingkat persediaan lebih sedikit, penanganan cepat bila ada permintaan tak
terduga, dan membutuhkan kapasitas yang fleksibel,
o
Kebanyakan perusahaan
Make To Stock intensive pada modal yang diperlukan untuk menjamin layanan
pelanggan yang dapat diterima,
o
Pelanggan perusahaan
Make To Stock tidak bersedia menunggu lama untuk mendapatkan produk yang mereka
butuhkan,
o
Jadwal produksi
biasanya diatur oleh perkiraan permintaan,
o Bagian
sales harus menjual berdasarkan Available to Promise (ATP) yaitu porsi dari
persediaan yang belum teralokasikan / terikat dengan order
6.4
Karakteristik Berbagai Sistem Manufaktur
Tabel 5.1. Karakteristik Berbagai Sistem Manufaktur
Karakteristik
|
MTS
|
ATO
|
MTO
|
ETO
|
Produk
|
Standard
|
Keluarga produk tertentu
|
Tidak punya keluarga produk,customized
|
Customized total
|
Kebutuhan produk
|
Dapat diramalkan
|
Tidak dapat diramalkan
|
||
Kapasitas
|
Dapat direncanakan
|
Tidak dapat direncanakan
|
||
Waktu produksi
|
Tidak penting bagi pelanggan
|
Penting
|
Penting
|
Sangat penting
|
Kunci persaingan
|
Logistik
|
Perakitan akhir
|
Fabrikasi, perakitan akhir
|
Seluruh proses
|
Kompleksitas Operasi
|
Distribusi
|
Perakitan
|
Manufaktur komponen
|
Engineering
|
Ketidakjelasan Operasi
|
Terendah
|
Tertinggi
|
||
Fokus manajemen puncak
|
Marketing/distribusi
|
Inovasi
|
Kapasitas
|
Kontrak order pelanggan
|
Fokus manajemen menengah
|
Kontrol stock
|
MPS dan order pelanggan
|
Shop floor control, pelanggan
|
Manajemen proyek
|
6.5 Perbedaan antara Sistem Produksi MTO Repetitif
& Non-Repetitif
Kedua sistem MTO ini umumnya memiliki sistem
produksi job shop, agar bisa mengakomodasikan order dengan ukuran
yang kecil dan spesifikasi setiap order yang berbeda. Akan tetapi, untuk
beberapa sistem manufaktur MTO yang berperan sebagai sub-kontraktor dapat
memiliki sistem produksi flow shop, karena adanya kesamaan proses dalam
sistem order yang diterima, misalnya sub-kontraktor produk semi
konduktor, perusahaan pembuat tirai alumunium untuk jendela rumah dengan
berbagai ukurannya, dan pabrik pengolahan karet alami.
Tabel 5.2. Perbandingan MTO Repetitif dan MTO
Non-repetitif
MTO Repetitif
|
MTO Non-Repetitif
|
|
Karakteristik pesanan
|
Pesanan berulang dalam waktu
singkat
|
Pesanan tidak berulang atau
berulang dalam jangka panjang
|
Tindakan untuk mengulang setup
|
Dilakukan dengan meningkatkan
efisiensi setup dan mengatur order yang akan diproses
|
Dilakukan dengan meningkatkan
efisiensi setup
|
Kedua sistem MTO ini umumnya memiliki sistem
produksi job shop, agar dapat mengakomodasikan order dengan
ukuran yang kecil dan spesifikasi setiap order yang berbeda. Akan
tetapi, untuk beberapa sistem manufaktur MTO yang berperan sebagai
sub-kontraktor dapat memiliki sistem produksi flow shop, karena adanya
kesamaan proses dalam sistem order yang diterima, misalnya
sub-kontraktor produk semi konduktor, perusahaan pembuat tirai alumunium untuk
jendela rumah dengan berbagai ukurannya, dan pabrik pengolahan karet alami
Sistem produksi flow shop umumnya merupakan
sistem produksi untuk sistem manufaktur make to stock (MTS) yang
cenderung untuk memproduksi produk-produk dalam jumlah besar dan variasi yang
sedikit. Pada sistem manufaktur MTS, peningkatan performansi stasiun kerja
dilakukan dengan memeperbaiki cara kerja yang dilakukan di setiap stasiun.
Sistem manufaktur MTO dapat juga memiliki sistem produksi flow shop,
tetapi peningkatan performansi stasiun kerja tidak hanya dilakukan dengan
memperbaiki cara kerja melainkan juga dengan mengatur urutan order-order
yang akan diproses.
6.6 Aliran produksi
Fogarty et al. (1991) mengklasifikasikan sistem
manufaktur berdasarkan aliran proses menjadi 3 tipe disain manufaktur
tradisional, yaitu
a)
Fixed Site (Project)
Pada tipe
project, material, tools, dan personel dialokasikan pada produk yang dibuat.
Secara ekstrim dikatakan bahwa tidak ada aliran produk pada tipe ini, tetapi
masih terdapat urutan operasi. Bentuk operasi pada project digunakan ketika
terdapat kebutuhan khusus/spesial yang memerlukan kreativitas dan keunikan. Hal
ini sulit diotomasikan pada proses manufaktur, karena hanya dilakukan satu
kali. Project memerlukan biaya tinggi dengan perencanaan dan pengendalian yang
sulit, sebab berat pada tahap definisi initial dengan tingkat
perubahan-perubahan dan inovasi yang tinggi
b)
Job Shop (Jumbled Flow)
Pada proses job
shop, man dan machine dikelompokkan menjadi stasiun kerja (semua bor pada satu
stasiun kerja, gerinda, dan sebagainya). Aliran produk dan job hanya pada
stasiun kerja yang dibutuhkan. Keuntungannya, dengan mesin yang berfungsi umum
(general-purpose equipment) dan operator berketerampilan tinggi membuat
proses manufaktur job shop fleksibel dalam merespon perubahan disain dan volume
pesanan konsumen. Kerugiannya, tidak efisien
c)
Flow Shop
Flow Shop disusun
dari stasiun kerja dalam urutan operasi untuk membuat produk. Semua produk
mengikuti standar produk yang ditentukan. Lintas rakitan automobile merupakan
contoh bagus untuk proses flow shop
BAB VI
SISTEM PRODUKSI BERKELANJUTAN
6.1
Pendahuluan
Produksi industri adalah sebuah area kunci dari
aktivitas manusia. Berkat pentingnya multi-dimensi itu sangat terkait dengan
tiga pilar dari pembangunan berkelanjutan: daya saing ekonomi, sosial penting
(pekerjaan, kualitas hidup), dan dampak lingkungan.
Kekuatan ekonomi masa depan akan didasarkan pada kemampuan industri untuk
menghasilkan barang dan jasa yang menggabungkan ramah lingkungan dan daya
saing. Dalam mewujudkan kegiatan indutri yang ramah lingkungan, maka
pemanfaatan sumber daya harus sangat diperhatikan.
Sumber
daya adalah tulang punggung ekonomi setiap
negara. Dalam menggunakan sumber daya dan mengubah perekonomian lebih baik.
Dimensi pemanfaatan sumberdaya saat ini sangat jauh diharapkan. Selain itu,
konsekuensi dari penggunaan sumber daya dalam hal dampak lingkungan dapat
menyebabkan kerusakan serius yang melampaui daya dukung lingkungan.
Merosotnya kondisi lingkungan pada akhir-akhir ini
ternyata sudah pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai salah satu
penyebabnya adalah gencarnya ekspansi industri yang digunakan sebagai dasar
pembangunan, melalui perkembangan industri terbukti mampu menjawab permasalahan
kemiskinan dan kesenjangan sosial, tetapi keberhasilan ini harus dibayar mahal
dengan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Dampak yang muncul
diantaranya adalah deteriosasi ekologis, baik yang berupa kerusakan tanah (soil
depletion), penyusutan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui
(non-renewable resources), berkurangnya lahan produktif pertanian dan
pengundulan hutan yang akhirnya menyebabkan musibah banjir. Pada sisi lain air
semakin tercemar dan tidak layak untuk diminum, udarapun semakin terpolusi
akibat meningkatnya kadar CO2 sehingga bukan hanya akan menyesakan
nafas namun juga menyebabkan perubahan atmosfir. Dampak yang kemudian muncul
adalah pemanasan global (global warming).
Apabila kondisi tersebut dibiarkan bukan mustahil
kehidupan ekosistem alam akan rusak dan kehidupan manusia akan lebih sengsara
karena alam tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia. Kondisi
inilah yang menimbulkan peningkatan kesadaran dan kepedulian lingkungan
masyarakat dunia, selain itu telah melahirkan berbagai gerakan serta kampanye
lingkungan sebagai reaksi atas kerusakan alam. Salah satunya adalah gerakan
konsumen hijau (green consumer) yang cenderung mempengaruhi masyarakat luas
untuk mengkonsumsi produk yang peduli lingkungan. Gerakan ini melahirkan
persyaratan dalam perdagangan internasional seperti ecolabelling, cleaner
production, dan eco-efisiensi.
Hal inilah yang dijadikan dasar bagi industri untuk
peduli terhadap lingkungan, kondisi ini juga yang berpengaruh terhadap berbagai
usaha yang pemanfaatan sumberdaya alam harus memperhatikan isu-isu lingkungan
dalam mengelola usahanya. Tidak heran apabila bencana alam semakin dekat dan
terbiasa dengan kehidupan masyakat di Indonesia. Atas nama ekonomi, alam
diekploitasi tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang dapat mengancam
kehidupan manusia itu sendiri.
Limbah
adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya
keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik
limbah.
6.2 Kegiatan Utama yang Mengarah ke Produksi Industri Ramah
Lingkungan
6.2.1
Meminimalkan
Sumber Daya Alam dan Energi
1. Penelitian
ini membantu untuk fokus pada sistem produksi yang lebih efisien, mesin, proses
industri dan tanaman.
Produktivitas dikemukakan dengan
menunjukkan rasio output terhadap input. Input dapat
mencakup biaya produksi dan peralatan. Sedangkan output bisa terdiri
dari penjualan, pendapatan, market share, dan kerusakan. Produktivitas tidak sama dengan produksi, tetapi produksi
merupakan komponen dari usaha produktivitas.
2. Penelitian
mendukung pengembangan perusahaan diperpanjang, pengetahuan rantai suplai dan
produksi jaringan, virtual manufaktur dan metodologi untuk meningkatkan
keseluruhan efektivitas dan membuat optimal penggunaan sumber daya
6.2.2
Menuju
Titik Limbah Nol Proses
1.
Penelitian ini membantu
memperbarui proses industri melalui produksi bersih teknologi bertujuan
pengurangan emisi gas, limbah dan residu yang solid dan memberikan kontribusi
untuk perlindungan iklim dan lingkungan.
Produksi bersih
adalah strategi pengelolaan lingkungan
yang sifatnya mengarah pada pencegahan dan terpadu untuk diterapkan pada
seluruh siklus produksi. Produksi bersih
merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau
pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses
produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia
dan lingkungan
Hal tersebut, memiliki tujuan untuk :
·
meningkatkan
produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi
yang lebih baik pada penggunaan bahan
mentah, energi
dan air,
·
mendorong performansi
lingkungan yang lebih baik, melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah
dan emisi
serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan.
·
Produksi bersih
berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah, yang merupakan salah satu indikator
inefisiensi.
Dengan
demikian, usaha pencegahan tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi
dengan mengurangi terbentuknya limbah serta pemanfaatan limbah yang terbentuk
melalui daur
ulang.
2.
Penelitian ini
memberikan kontribusi untuk pengembangan layanan produk melalui pendekatan
siklus hidup,
yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi
pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase kehidupan tersebut.
6.2.3
Perubahan
Pola-Pola Produksi Dan Konsumsi
a. Penelitian
highlights the need for risiko minimalisasi dengan peningkatan yang signifikan
dalam bekerja dan kondisi kehidupan.
b. Penelitian
mendukung optimalisasi dan pemantauan aspek siklus hidup.
c. Penelitian
juga berkontribusi terhadap pemulihan, pengobatan dan aman digunakan kembali
produk dan limbah industri.
d. Penelitian
mendukung optimalisasi dan pemantauan aspek siklus hidup.
e. Penelitian
ini juga berkontribusi terhadap pemulihan, pengobatan dan aman digunakan
kembali produk dan limbah industri.
Penting
untuk mematuhi konsep pembangunan
berkelanjutan , memperhatikan dampak yang berasal dari produksi , dan
berbagai socio konsumsi - faktor ekonomi . penelitian pada industri baru
teknologi atau methodologies dan risiko pencegahan bertujuan , tidak hanya di
sebuah lingkungan berkelanjutan dan bahkan lebih baik , tetapi juga pada daya
saing berkelanjutan , mewakili kunci masalah .
Untuk
meninggalkan masalah masa depan generasi untuk mewarisi tidak dapat diterima.
Memang, pembangunan berkelanjutan mencakup kemampuan untuk menghasilkan
barang-barang yang menciptakan lapangan kerja dan menjamin kualitas hidup,
tanpa menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Melalui
program penelitian Eropa, industri dan penelitian terkait organisasi dirangsang
untuk berbagi biaya penelitian tindakan melalui pendekatan berorientasi sistem
di mana kimia, fisika, teknik, ilmu pengetahuan atau ilmu sosial menjadi
penting dan saling bergantung.
Dalam
konteks program kerangka berikutnya dan pelaksanaan wilayah penelitian Eropa,
penelitian dapat dianggap sebagai kekuatan pendorong untuk pembangunan
berkelanjutan, yang menyediakan teknologi yang berkelanjutan, pengetahuan dan
dukungan untuk pengambil keputusan, tetapi juga terkait indikator untuk
memantau sesuai.
6.2 Hasil Penelitian
6.2.1
Sebuah
Cara Baru untuk Pembuatan Bersih dari Plastik
Manufaktur tradisional dari plastik sering dibuat
melalui proses polimerisasi yang menggunakan pelarut sebagai media dispersi.
Pelarut ini dapat sangat mudah terbakar, beracun dan tidak ramah lingkungan.
Kimiawanmengeksplorasi rute alternatif untuk proses lebih bersih dan lebih
ecoefficient. Di antara mereka, cairan superkritis sangat dikompresi gas, yang
menggabungkan sifat-sifat gasdan cairan dalam cara yang menarik. Proses fluida
superkritis membuka jalan bagipeluang yang menjanjikan untuk memproduksi produk
baru dari sumber-sumber alam atau sintetik dan "desain" bahan-bahan
baru dengan karakteristik yang spesifik. Para SUPERPOL proyek berkontribusi
pada modernisasi dari proses manufaktur plastik.Dalam kolaborasi industri
universitas, ini mengeksplorasi penggunaan CO2 superkritis(scCO2) dalam kimia
makromolekul dan apalagi ini menawarkan alternatif ramah lingkungan untuk
pelarut konvensional dan kadang-kadang berbahaya.
6.2.2
Terhadap
teknologi produksi kurang polusi
Pendingin pelumas merupakan komponen teknologi
produksi yang mapan. Pelumas tradisional ini dapat membahayakan kesehatan.
Selanjutnya setiap limbah bisa mencemari tanah, air dan udara. Legislator dan
asuransi oleh karenanya dikenakan jaringan semakin ketat peraturan tentang
penggunaan dan pembuangan pelumas pendinginan
Sebagai akibat dari ketersediaan pelumas secara
drastis mengurangi pendinginan yang tersedia untuk industri, dan dengan
mempertimbangkan keuntungan baik ekonomis, dan ekologis, proyek LEPOCUT
(teknologi pemotongan kurang polutan) dikandung.
Proyek ini telah membantu masyarakat Eropa untuk
mempersiapkan kebutuhan yang meningkat untuk produk ramah lingkungan yang
kompatibel, termasuk kebutuhan untuk proses produksi ekologis. Hal ini pada
gilirannya meningkatkan kualitas hidup di Uni Eropa.
6.3 Tantangan
6.2.1
Selama
Proses Ekologi Produksi. Hal Ini Pada Gilirannya Meningkatkan Kualitas Hidup
Dan Keandalan Produk Industri, Sistem Dan Struktur
Penekanan
utama adalah pada penggunaan keandalan
berdasarkan metode untuk sebesar besarnya desain , produksi dan operasi produk
, fasilitas produksi , sistem industri dan struktur .
Pendekatan terpadu direncanakan, menyeimbangkan
aspek ekonomi yang terkait dengan menyediakan tingkat standar keselamatan
terkait biaya pemeliharaan dan ketersediaan.
Jaringan tematik akan memfasilitasi interaksi antara
peneliti, industri, dan undang-undang, mempromosikan pertukaran RTD metode dan
hasil, adopsi teknologi di bidang dan kesadaran umum tentang aspek-aspek
penting keamanan dan kehandalan dalam semua sektor industry.
6.2.2
Siklus
Hidup Kecoa Untuk Industri Elektronik Dan Listrik
Berkembang tuntutan pelanggan dan peraturan
internasional terus-menerus mendorong industri elektronik untuk meningkatkan
kinerja lingkungan produk mereka. Ini tidak hanya menyangkut dampak lingkungan
selama fase manufaktur tetapi juga pertimbangan mereka selama penggunaan dan
akhir tahap kehidupan.
Untuk memanfaatkan lanjutan standar lingkungan
industri listrik dan elektronik asal Eropa, proyek GrEEEn mengembangkan alat
biaya sistem manajemen untuk menilai biaya siklus hidup pilihan yang berbeda
dalam siklus hidup produk.
Hal ini akan memfasilitasi desain dan pengembangan
eco-efisien peralatan elektronik dan listrik dan juga kemampuan mereka untuk
dibongkar dan aman kembali.
6.2.3
Sosial
Dan Pengaruh Lingkungan Hidup Dari Penggunaan Energi
Melindungi lingkungan hidup adalah tidak hanya bahwa
orang-orang aspire hidup di lingkungan yang bersih dan sehat tetapi kita juga
harus mengakui bahwa biaya dan kerusakan lain yang disebabkan oleh polusi dan
perubahan iklim adalah cukup
Kuantifikasi biaya eksternal telah titik kunci yang
ditangani oleh kegiatan penelitian sosial ekonomi program. Yang menggunakan
impact jalur analisis, mengevaluasi kerusakan lingkungan alam dan dibangun,
seperti efek polusi udara pada kesehatan manusia dan pemanasan global.
Kerusakan ini diterjemahkan dalam istilah moneter -
melalui kesediaan untuk membayar untuk mengatasi dampak negatif apapun - untuk
seluruh Uni Eropa dan siklus bahan bakar yang berbeda (fosil, nuklir dan
terbarukan). Sedemikian rupa, luar memungkinkan perbandingan teknologi di dasar
biaya lingkungan sosial mereka.
6.4 Sistem Produksi Kompetitif dan Berkelanjutan
Kelompok ahli yang independen bekerja dalam kerangka
program pertumbuhan menunjukkan bagaimana penelitian, pengembangan teknologi
dan inovasi kebijakan dan tindakan dapat
berkontribusi untuk sistem produksi kompetitif dan berkelanjutan. Empat utama
komentar dibuat:
1.
Dampak lingkungan de coupling produk dari fungsionil kinerja dan nilai tambah
·
sistem produksi yang
tidak berkelanjutan
·
saat ini tren di
modernisasi menjalankan risiko tidak menuju keberlanjutan
·
sekarang kebijakan dan
tindakan untuk penelitian, pengembangan teknologi dan inovasi akan harus
rkembali ditangani untuk mencapai produksi yang berkelanjutan
2. Dukungan dan mendorong
konteks-melanggar pendekatan berdasarkan kecukupan
Kelembagaan, organisasi dan manajerial kekurangan
harus diatasi melalui perubahan budaya dan pendekatan yang didasarkan pada
penilaian kembali konsumsi bahan. Ini akan memerlukan lebih luas dan lebih
fleksibel set instrumen kebijakan
3.
Sebuah kerangka kerja berdasarkan proses konkuren dalam menanggapi sistem ini
·
menghasilkan ide untuk
pendekatan-pendekatan inovatif dalam dipilih sosial-teknis sistem
·
pemahaman sosial-teknis
sistem
·
menyelesaikan hambatan
untuk mengubah
·
mendukung memungkinkan
teknologi
·
melibatkan berbagai aktor
·
menunjukkan dan menyebarluaskan proses dan
hasil mereka.
4.
Jelas kesempatan untuk kolaborasi internasional melalui kerjasama
Dengan industri maju lain ekonomi serta dengan
mengembangkan ekonomi dan ekonomi dalam transisi , melibatkan mendukung dan
komitmen untuk kapasitas bangunan terhadap kecukupan strategi dan context
breaking jalur
BAB VII
KESIMPULAN
Perbandingan
sistem produksi MRP II, JIT, TOC, Sistem Produksi Berbasis Proyek, Make to Order, dan Sistem Produksi
Berkelanjutan:
1.
MRP II:
·
Menggunakan
Peramalan dalam perencanaannya
·
Menggunakan sistem
manufaktur Make to Stock berdasarkan
konsep merespon konsumen (push system)
·
Persediaan
signifikan
·
Memiliki fungsi
yang saling terkait seperti:
a. Strategi
dan Perencanaan Bisnis
b. Manajemen
Permintaan
c. Penjualan
dan Perencanaan Operasi (S&OP, disebut juga Production/Agregregate
Planning)
d. Master Production Scheduling
(MPS) dan Rough-Cut Capacity Planning
e. Material Resources Planning (MRP
I)
f. Capacity Resources Planning
(CRP) dan Vendor Requirement Planning
(VRP)
g. Sistim
Pendukung Pelaksanaan untuk Kapasitas dan Material [Shop Floor Control (SFC), dan Purchase
Planning and Control]
2.
JIT:
·
Produksi hanya
dibuat jika ada permintaan (pull sistem)
·
Tujuannya adalah adalah meningkatkan produktivitas sistem
produksi atau operasi dengan cara nenghilangkan semua macam kegiatan yang tidak
menembah nilai bagi suatu produk
·
Just in Time (JIT) didasarkan pada delapan kunci utama, yaitu:
1. Menghasilkan produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan.
2. Memproduksi dengan jumlah kecil
3. Menghilangkan pemborosan
4. Memperbaiki aliran produksi
5. Menyempurnakan kualitas produk
6. Orang-orang yang tanggap
7. Menghilangkan ketidakpastian
8. Penekanan pada pemeliharaan jangka
panjang
·
Menggunakan sistem
kanban
·
Inventorinya sangat
kecil
3.
TOC
·
Optimized Production Technology merupakan
konsep OPT yang menekankan
pada optimasi pemanfaatan stasiun konstrain,sehingga metoda ini
juga dikenal dengan nama Theory of Constraints.Metoda ini menekankan
untuk memaksimalkan throughput dengan persediaan dan biaya
operasional yang minimum.
·
Filosofi TOC pada dasarnya menekankan identifikasi dan manajemen constraint (kendala)
yang dimiliki perusahaan.Suatuconstraintdapatdiidentifikasikan sebagai segala
sesuatu yang menghalangi
suatu system untuk
mencapai performansi yang lebih tinggi relatif terhadap tujuannya.
·
Jenis-jenis constraint pada OPT terdiri
dari: Internal
constraint , Eksternal constraint , Constraint fisik,
dan Constraint non
fisik.
·
Lima langkah TOC dalam mengimplementasikan ide-ide
sebagai solusi dari suatu permasalahan adalah: identifikasi
konstrain sistem,eksploitasi konstrain, subordinasi sumber
lainnya, evaluasi konstrain, dan mengulangi proses keseluruhan.
·
Metode penjadwalan yang memusatkan perhatian pada
stasiun konstrain dan menggunakan prinsip-prinsip dasar TOC adalah
sistem penjadwalan drum-buffer-rope (DBR). Drum buffer rope merupakan
metode yangdigunakan TOC dalam mengatur aliran produksi.
·
Untuk mengukur performansi perusahaan, 2 kriteria
performansi digunakan,
yaitu: kriteria operasional dan kriteria financial
·
Bottleneck didefinisikan
sebagai suatu sumber yang memiliki kapasitas lebih kecil
dari yang dibutuhkan. Dengan kata lain bottleneck adalah
suatu proses yang membatasi throughput . Bottleneck dapat
berupa mesin, tenaga kerja terampil, peralatan khusus dan sebagainya
4.
Sistem Produksi berbasis Proyek:
·
Memiliki
tujuan spesifik dan batas waktu dan tidak berkelanjutan seperti sistem MRP II, JIT dll. Contohnya proyek
pembangunan jembatan di suatu daerah
·
Hanya
dikerjakan jika ada permintaan
·
unik
atau agak asing bagi pekerja, maksudnya mempunyai ciri khas khusus
·
berisi
tugas-tugas yang saling terkait kompleks yang memerlukan keahlian khusus
·
Bersifat
sementara tapi penting untuk perusahaan
·
Karakteristik
manufaktur yang cocok untuk sistem produksi berbasis proyek adalah untuk Engineer
to Order. Pada proyek khusus memerlukan waktu bulanan, atau tahunan biasanya
dibuat diluar sistem produksi normal. Organisasi proyek dalam perusahaan adalah
menetapkan guna menagani banyak pekerjaan dan sering kali dibubarkan pada saat
proyek telah selesai. Manajemen proyek besar mencakup tiga fase :
a.
Perencanaan : Ini meliputi penetapan
tujuan, pendefinisian proyek, dan organisasi tim.
b.
Penjadwalan, Ini menghubungkan orang,
uang, dan supplies ke aktivitas khusus dan menghubungkan aktivitas dengan yang
lainnya.
c.
Pengendalian, Disinilah perusahaan
mengawasi sumber dayanya, biayanya, kualitas, dan anggaran. Ini juga merevisi
atau mengubah rencana dan mengganti sumber daya untuk menepati waktu dan permintaan biaya.
·
Dua teknik yang
sering digunakan dalam proyek adalah PERT dan CPM
·
PERT merupakan suatu metode
yang bertujuan untuk sebanyak mungkin mengurangi adanya penundaan, maupun
gangguan produksi serta mengkoordinasikan berbagai bagian suatu pekerjaan
secara menyeluruh dan mempercepat selesainya proyek.
·
kritis
(CPM) adalah teknik langkah demi-langkah untuk proses perencanaan yang
menentukan tugas-tugas penting dan tidak penting dengan tujuan untuk mencegah
masalah waktu-frame dan kemacetan proses
5.
Make to Order:
·
Make to order adalah membuat
suatu produk sesuai dengan pesanan. Pada strategi produksi. Ciri-ciri
Make to Order
a.
Inputnya bahan baku
b.
Biasanya untuk supply item dengan banyak
jenis
c.
Harganya cukup mahal
d.
Lead time ditetapkan oleh
konsumen/pesaing
e.
Perlu keahlian khusus
f.
Komponen bisa dibeli untuk persediaan
·
Memiliki
standart produk yang sedikit
·
Mesinnya umum
dan tenaga kerja fleksibel
·
Tidak memiliki
persediaan dalam bentuk produk jadi. Strategi MTO mempunyai persediaan
tetapi hanya dalam bentuk desain produk dan beberapa bahan baku standar, sesuai
dengan produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas proses berdasarkan order
konsumen. Apabila telah dicapai kesepakatan, maka
perusahaan akan mulai membuat komponen dan merakitnya menjadi produk dan
kemudian menyerahkan kepada konsumen. Pada strategi ini, resiko terhadap
investasi persediaan kecil, operasionalnya lebih fokus pada keinginan
konsumennya
·
Tidak mempunyi famili produk
·
Tidak dapat diramalkan
·
Waktu produksi sangat penting, karena semakin cepat waktu
produksi semakin cepat pula produk didapat konsumen
·
Biasanya sistem
produksi MTO memiliki aliran produksi job
shop
6.
Sistem produksi berkelanjutan:
Mengutamakan arah produksi yang ramah lingkungan. Hal ini
ditempuh dengan cara:
·
Meminimakan sumber
daya alam dan energi. Contohnya seperti menghemat tenaga listrik, air dan
sebagainya.
·
Menuju titik limbah
nol. Tujuannya
mengurangi emisi gas, limbah dan
residu yang solid dan memberikan kontribusi untuk perlindungan iklim dan
lingkungan.
·
Perubahan pola-pola
produksi dan konsumsi. Tujuannya yaitu optimalisasi dan pemantauan aspek siklus
kehidupan
·
Mengurangi produksi
plastik yang tidak dapat terurai
·
Mengurangi produksi
yang dapat membuat polusi
REFERENSI
Akhmad, B., Perencanaan dan Pengendalian
Produksi, http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perencanaan-dan-pengendalian-produksi/, diakses 17 Desember 2011.
Albert, 2010, Tahapan Pertama
Dalam Proses PPIC Adalah Mengenai Demand Management Salah
Satu Alat Didalam Pengelolaan Permintaan Adalah
Forecasting (Peramalan), http://www.scribd.com/doc/24343839/Tahapan-Pertama-Dalam-Proses-Ppic-Adalah-Mengenai-Demand-Management albert6687, diakses 17 Desember 2011.
Cox
III, James F, and John H Blackstone Jr, 1998, APICS Dictionary (ninth edition), American Production and Inventory
Control Society, Falls Church, V A, pp 1-4.
Gaspersz, V., 2001, Production
Planning and Inventory Control, Berdasarkan
Sistem Pendekatan Sistem Terintegerasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hitomi,
Katsuno, 1996, Manufacturing Systems
Engineering (second edition), Taylor & Francis Ltd, London.
Manarisa, M., 2011,
Apa perbedaan JIT, TOC, MRP II dan SP3 berbasis proyek?, http://mutiamanarisa.wordpress.com/2011/07/06/apa-perbedaan-jit-toc-mrp-ii-dan-sp3-berbasis-proyek/, diakses 20 Desember 2011.
Prasetyo, B., 2010, Sistem
Manajemen Produksi Theory of Constrain, http://www.scribd.com/doc/25881542/Bab-5-SISTEM-MANAJEMEN-PRODUKSI-THEORY-OF-CONSTRAINTS-TOC, diakses 17 Desember 2011.
Render,
Barry., and Heizer, Jay., 2001, Principle
of Management Operation, 1st Edition, Prentice
Hall, New Jersey.
Santosa, D., 2009, Teori
Kendala atau Theory of Constrain, http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/07/toc-theory-of-constrain.html, diakses 19 Desember 2011.
Sheikh,
Khalid, 2002, Manufacturing Resource
Planning (MRP II) with introduction to ERP, SCM, CRM, McGraw-Hill, Inc,
Singapore.Plossl, George, 1994, Orlicky’s Material Requirement Planning (second
edition), McGraw-Hill, Inc, New York.
WIKIPEDIA, 2011, Produksi
Bersih, http://id.wikipedia.org/wiki/Produksi_bersih, diakses 15 Desember 2011.
Yayan, 2009, Pengantar
Perencanaan dan Pengendalian Produksi, http://yayan-industri.blogspot.com/2009/11/pengantar-perencanaan-dan-pengendalian.html, diakses 19 Desember 2011.
LAMPIRAN
Lampiran dari buku Production Planning and Inventory Control, Berdasarkan
Sistem Pendekatan Sistem Terintegerasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Dipinjam
pada Hari Senin 20
Desember 2011 di perpustakaan UPN “V” Yogyakarta, Jl. SWK 104, Condong Catur.
Katalog buku : S
338.7
GAS
P
C.3
Lampiran dari buku Principle of Management Operation. Dipinjam
pada Hari Senin 20 Desember 2011 di perpustakaan UPN “V” Yogyakarta, Jl. SWK 104,
Condong Catur.
Katalog buku : S
658.5
REN
P
C.10
Lampiran dari buku Manufacturing Resource
Planning (MRP II) with introduction to ERP, SCM, CRM. Dipinjam pada, Hari
Rabu 14 Desember 2011 di perpustakaan UPN “V” Yogyakarta, Jl. SWK 104, Condong
Catur.
Katalog buku : S
670
SHE
M
C.5
Mohon ijin copy gan... utk referensi....
BalasHapusTerima kasih.
terbaik buat tugas kuliahnya
BalasHapussaya juga seorang pengusaha yang mampu menghidupkan kembali bisnis kayu sekarat melalui bantuan dewa yang dikirim pemberi pinjaman yang dikenal sebagai benjamin lee konsultan pinjaman. saya penduduk di yekaterinburg екатеринбург. baik Anda mencoba untuk memulai bisnis, melunasi hutang Anda, memperluas yang sudah ada, butuh uang untuk membeli persediaan. apakah Anda mengalami masalah dalam mencoba mendapatkan fasilitas kredit yang baik, saya ingin Anda tahu bahwa mr benjamin akan membantu Anda. apakah ini tempat yang tepat bagi Anda untuk menyelesaikan semua masalah keuangan Anda karena saya adalah kesaksian hidup dan saya tidak bisa menyimpan ini untuk diri saya sendiri ketika orang lain mencari cara untuk diangkat secara finansial.. saya ingin Anda semua menghubungi tuhan ini mengirim pemberi pinjaman menggunakan perincian sebagaimana dinyatakan untuk menjadi bagian dari peluang besar ini email: 247officedept@gmail.com atau whatsapp/text +1-989-394-3740.
BalasHapusSlots Games at Mapyro
BalasHapusWelcome to PlayAmo Casino! Join the 광주 출장샵 best online slots 충청남도 출장안마 games and win big with the best 순천 출장샵 bonuses! All casino games are created 속초 출장샵 by experienced software 평택 출장샵